Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengklaim telah melakukan pemeriksaan investigasi bersama Kejaksaan Agung terkat permasalahan yang dialami PT Asuransi Jiwasraya. Pihaknya akan mengumumkan hasil pemeriksaan tersebut pada Rabu, 8 Januari 2020.
Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, mengaku kasus Jiwasraya sangat amat kompleks, dan jauh dari apa yang bisa dibayangkan oleh masyarakat. Karena itu, persoalan tersebut akan dijabarkan secara rinci pada tanggal tersebut.
Baca Juga: Soal Jiwasraya dan Industri Asuransi
"Ini jauh lebih kompleks dari yang teman-teman bayangkan, jadi tunggu tanggal delapan. Kerugian negara kita hitung sebagai bagian dari pemeriksaan investigasinya," katanya di Jakarta, Senin (6/1/2020).
Agung menegaskan, pada dasarnya persoalan yang dialami perusahaan asuransi pelat merah tersebut tidak hanya terkait dengan kasus pidana belaka, tetapi jauh lebih mendalam terkait tata kelola manajemen risiko yang dilakukan oleh petinggi perusahaan.
"Selain terkait masalah pidana dan kriminal, ada masalah di dalamnya yakni risk based capital dan terkait risiko manajemen. Ini penting kita jadikan pedoman, dan penjaga kita dalam menjalankan tugas kita mengelola keuangan," katanya.
Atas sebab kasus tersebut, saat ini BPK dikatakannya telah membuat arah kebijakan manajemen risiko yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak, terutama bagi tim pemeriksa yang ada di lingkungan BPK.
"Terkait itu terdiri dari lima hal, dua hal utama adalah masalah matriks risiko bisnis dan matriks penilaian risiko. Itu penting untuk dilakukan pemeriksa dalam memeriksa," tuturnya.
Matriks risiko bisnis dijelaskannya adalah informasi tentang kondisi atau peristiwa yang memiliki risiko signifikan dan memengaruhi yang diperiksa berpotensi gagal menjalankan laporan keuangannya. "Lima aspek yang pengaruhi adalah perubahan kebijakan, lingkungan operasi, risiko kinerja keuangan, tujuan sasaran strategi, dan risiko sistem informasi," katanya.
Sementara itu, fraud risk assessment matrix dijelaskan Agung, dilakukan dalam rangka identifikasi dan risiko keuangan yang berpotensi menimbulkan kesalahan dalam laporan keuangan.
"Pertama korupsi, kedua penyalahgunaan aset, ketiga penyajian laporan yang menyesatkan. Ini tiga beda, tapi kalau di Indonesia jadi satu aja yakni korupsi," ungkap Agung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum