Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Corona di Indonesia: Jangankan Lockdown, Diam di Rumah Saja Sulit!

Corona di Indonesia: Jangankan Lockdown, Diam di Rumah Saja Sulit! Petugas PMI Kota Tangerang menyemprotkan cairan disinfektan di Masjid An Nabawi, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (14/3/2020). Dewan Masjid Indonesia meminta seluruh pengurus masjid atau mushala untuk menjaga kebersihan dengan cairan disinfektan guna mencegah penyebaran COVID-19 atau virus Corona. | Kredit Foto: Antara/Fauzan

Serba Salah

Ekonom dari Institute for Development of Economis and Finance (Indef) Abra Talattov memaparkan sejumlah risiko yang akan dialami Indonesia jika kebijakan karantina diberlakukan.

Pertama, jika karantina wilayah diberlakukan, pemerintah akan memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan hidup dari sisi pangan bagi seluruh masyarakat. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Itu dari sisi anggaran sangat berat kalau misalkan mau lockdown se-Indonesia," ujar Abra, Rabu (25/3/2020).

Abra mencontohkan, untuk di Jakarta saja pemerintah harus menggelontorkan dana Rp300 miliar dalam sebulan yang ditujukan bagi 1,5 juta pekerja informal di ibu kota. Perhitungan ini dilakukan dengan asumsi pemerintah memberikan bantuan uang tunai sebesar Rp200 ribu per bulan.

"Rp200 ribu itu pun pasti sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu bulan untuk satu keluarga. Kalau kita mengacu pada garis kemiskinan saja di Jakarta, itu minimal Rp600 ribu satu orang, jadi kurang lebih satu KK itu sekitar Rp3 juta butuhnya," jelas Abra.

Kalaupun pemerintah memberikan uang tunai bagi masyarakat, tantangan lain yang muncul adalah terkait akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok. Menurut Abra jika karantina diberlakukan, permintaan kebutuhan pokok akan meningkat drastis, sehingga kepanikan dan aksi borong bahan pokok dikhawatirkan dapat terjadi.

"Kalau stok pangan tidak cukup ada risiko terjadi gejolak sosial karena masyarakat kesulitan mengakses kebutuhan pokok," kata Abra.

Dari sisi anggaran, Abra mengatakan bahwa kemampuan pemerintah juga sangat terbatas untuk memberi subsisi kepada masyarakat karena penerimaan negara yang tertekan.

Ia menjelaskan dengan turunnya harga minyak dunia dan harga komoditas lain di tengah pandemi Covid-19 saat ini, negara berpotensi kehilangan penerimaan baik pajak maupun bukan pajak.

"Saya sudah melakukan perhitungan, jadi kalau diasumsikan harga minyak dunia rata-rata selama 2020 ini di level 30 dolar per barel, asumsi APBN-nya kan 63 dolar per barel, jadi kalau 30 dolar saja itu negara punya potential loss penerimaan sekitar Rp85-138 triliun atau sekitar 3,8-6,2 persen terhadap penerimaan negara," jelasnya.

Dengan demikian, di Indonesia opsi karantina membuat pemerintah serba salah. "Kalau mau subsidi seluruhnya, dananya tidak cukup," sementara "kalau lockdown tidak dilakukan, dari aspek kesehatannya, risikonya tetap akan terus ada dan besar."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: