Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

The Fed: Shutdown Bukan Resesi, Tapi Investasi

The Fed: Shutdown Bukan Resesi, Tapi Investasi Kredit Foto: Reuters/Leah Millis
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat kondisi normal, pengangguran massal dan runtuhnya ekonomi bisa menjadi tragedi. Tapi ketika virus Corona menghentikan jutaan orang dan ekonomi di Amerika Serikat, kondisi ini justru dinilai sebagai investasi bagi kesehatan publik untuk rebound yang cepat. 

Demikian pandangan Presiden the Federal Reserve St Louis, James Bullard, yang mengatakan bahwa pukulan ekonomi US$2,5 triliun dapat dikendalikan jika para pejabat bergerak cepat dan tetap simpel.

Pandangan ini mungkin tidak biasa dalam kondisi saat ini. Namun, Bullard mengatakan, langkah-langkah penghentian yang digulirkan saat ini menjadi penting untuk memperpendek masa pandemi.

Baca Juga: Volkswagen Harap Bisa Produksi Mobil Lagi Musim Panas ini

Langkah-langkah itu juga harus disandingkan dengan dukungan pemerintah yang masif dengan memilih kebijakan isolasi dan memprioritaskan ekonomi.

Bagi Bullard, ini berarti: menyesuaikan upah yang hilang, bisnis yang merugi, tak ada argumen tentang bailout atau moral hazard. Dan yang paling penting, ketika kehilangan-kehilangan itu terkumpul, jangan disebut resesi.

Resesi adalah kontraksi-kontraksi biasa dan dapat diprediksi dalam aktivitas yang menandai akhir dari siklus bisnis yang normal.

"Lihatlah ini sebagai investasi massif dalam kesehatan publik AS," kata Bullard dalam wawancara telepon dengan Reuters, Jumat (20/3/2020).

Komentar Bullard datang ketika anggota parlemen AS memperdebatkan langkah ekonomi darurat senilai US$1 triliun atau lebih, jumlah yang menurut Bullard mungkin mengecilkan apa yang dibutuhkan.

Meski demikian, hal ini membuka luka lama krisis ekonomi 2007-2009, tentang siapa yang berhak mendapatkan apa, apakah perusahaan harus mendapatkan bantuan, dan seberapa murah hati pemerintah kepada pekerja.

Penyebaran virus Corona telah membuka diskusi di seluruh dunia. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, Jumat lalu, mengumumkan akan mengambil 80 persen dari tagihan upah nasional untuk tiga bulan ke depan.

Banyak pejabat the Fed menyerukan respons fiskal AS dalam beberapa hari terakhir. Namun, Bullard melangkah lebih jauh dengan seruan eksplisitnya agar pemerintah AS menyesuaikan dolar yang hilang dengan dolar.

Menurut Bullard, para ekonom dan pembuat kebijakan harus mengubah pandangan mereka tentang data karena tidak banyak yang masuk akal. "Lonjakan pengangguran baru-baru ini? Itu kemenangan, tanda bahwa stabilisator sedang digunakan. Mestinya program seperti itu benar-benar dipakai," katanya.

Jika output ekonomi turun setengahnya di kuartal kedua, itu adalah kemenangan, bukan kekalahan. Ini berarti, para pebisnis memperhatikan perintah untuk menutup bisnis dan pelanggan tetap tinggal di rumah.

Perkiraan Bullard, pengangguran bisa mencapai 30%, lebih tinggi dari Depresi Hebat dan tiga kali lebih besar dari resesi 2007-2009. Output pada kuartal kedua bisa setengah dari normal, menyentuh sekitar US$2,5 triliun.

Bullard mengatakan, tujuan intinya dapat dibuat sederhana, yaitu dengan menjaga semua orang, rumah tangga, dan bisnis tetap utuh sampai kuartal kedua. "Lakukan dengan perluasan cepat asuransi pengangguran untuk menutupi kehilangan upah, melalui hibah maupun pinjaman kepada bisnis untuk menutupi kerugian," katanya.

Baca Juga: Corona di Indonesia: Jangankan Lockdown, Diam di Rumah Saja Sulit!

Dari sudut pandang ekonomi makro, menurut Bullard, mungkin setengah triliun dolar dari output yang hilang akan diperhitungkan oleh konsumsi yang hilang. US$2 triliun lainnya, pemerintah federal harus meminjam dan mendistribusikannya kepada orang-orang dan pelaku bisnis.

"Sangat layak, untuk membatasi kerusakan ekonomi. Ini adalah rencana penutupan sebagian dari ekonomi AS yang terorganisir. Kami mendorong kembali output untuk memenuhi pedoman kesehatan. Mentransfer pendapatan ke rumah tangga yang terkena dampak,” ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: