Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AMSI: Jangan Pakai Buzzer untuk Selesaikan...

AMSI: Jangan Pakai Buzzer untuk Selesaikan... AMSI: Jangan Pakai Buzzer untuk Selesaikan... | Kredit Foto: Viva
Warta Ekonomi -

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengimbau masyarakat yang memiliki sengketa pemberitaan dengan media massa untuk menyelesaikannya melalui mekanisme UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Setiap pengaduan terhadap media bisa disampaikan pada redaksi untuk memperoleh hak jawab dan koreksi. Jika dinilai belum memuaskan, warga bisa mengadu ke Dewan Pers untuk dicarikan solusi melalui mediasi.

Dalam rilis yang diterima, dijelaskan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Pers adalah lembaga negara yang berhak memberikan penilaian atas ada tidaknya pelanggaran kode etik jurnalistik serta memberikan sanksi pada media massa.

"Imbauan ini menjadi penting karena sejak Selasa 26 Mei 2020 lalu terjadi kasus kekerasan terhadap wartawan Detikcom yang menulis berita terkait Presiden Joko Widodo. Korban mengalami intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh," kata Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut.

Kasus ini bermula ketika Detikcom menurunkan berita tentang rencana Jokowi membuka mal di Bekasi, Jawa Barat, di tengah pandemi Covid-19. Informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.

Belakangan berita itu dikoreksi karena ada ralat dari Kabag Humas Pemkot Bekasi yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Setelah koreksi itu dipublikasikan, kekerasan terhadap jurnalis Detikcom mulai terjadi.

Identitas pribadi jurnalis itu dibongkar dan dipublikasikan di media sosial, termasuk nomor telepon dan alamat rumahnya. Jejak digitalnya diumbar dan dicari-cari kesalahannya. Dia juga menerima ancaman pembunuhan melalui pesan WhatsApp.

Serangan serupa ditujukan pada redaksi media Detikcom. Hal ini jelas mencederai kemerdekaan pers dan bertentangan dengan amanat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Pers tentu tidak alpa dari kesalahan.

"UU Pers dibuat untuk memastikan koreksi bisa dilakukan, dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap kebebasan pers. Kesalahan jurnalistik tidak boleh berujung pada kekerasan atau pemidanaan terhadap wartawan," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: