Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Riset: Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Bakal Picu Ledakan Pengangguran

Riset: Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Bakal Picu Ledakan Pengangguran Kredit Foto: Antara/Aji Styawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rencana pemerintah untuk menyederhanakan struktur tarif cukai rokok menuai reaksi negatif. Ketua Tim Riset Forum for Socio-Economic Studies (Foses) Putra Perdana mengatakan rencana ini akan berdampak pada industri dan tenaga kerja.

"Kami telah melakukan studi di enam kota penghasil tembakau yang ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk melihat bagaimana dampak kenaikan cukai, termasuk wacana kebijakan penyederhanaan tarif cukai berpengaruh pada kemampuan pabrikan, khususnya skala kecil dan menengah, dalam menyerap tenaga kerja atau mempertahankan pekerja yang ada," kata Putra dalam diskusi webinar di Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Putra mengatakan, pihaknya telah melakukan simulasi penyederhanaan struktur tarif cukai model estimasi simplifikasi dari 10 layer ke enam layer. Hasilnya, setiap terjadi pengurangan satu layer dari struktur tarif CHT akan berpotensi pada turunnya volume produksi rokok SKM sebesar 7%, SKT sebesar 9%, dan SPM sebesar 6%.

Baca Juga: Gegara Covid-19, Realisasi Penerimaan Pajak Cuma 35% dari Target

Dia bilang, "Simulasi jika penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau terus dilanjutkan, akan ada dampak pada tenaga kerja dan volume produksi rokok dengan arah koefisien negatif. Artinya, ada indikasi penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau dari 10 layer menjadi enam layer berpotensi menurunkan tenaga kerja industri hasil tembakau (IHT) sebesar 18,4% dan menurunkan volume produksi rokok sebesar 3,6%."

"Jika ditelusuri dari implementasi kebijakannya, kami melihat implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) selama periode 2015-2018 selalu memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah tenaga kerja di sektor (IHT). PMK yang terbit 2016, 2017, dan 2018 secara berturut-turut terindikasi berkontribusi pada penurunan jumlah tenaga kerja IHT sebesar 7,77%, 4,26%, dan 4,88%," tambahnya.

Dari dimensi human capital, isu kenaikan cukai bagi pabrikan kecil dan menengah ternyata berpengaruh juga pada turunnya motivasi hingga efektivitas kerja pekerja di pabrikan.

"Hasil wawancara kami dengan beberapa responden, ketidakstabilan aturan setiap tahunnya membuat perusahaan harus selalu siap dengan opsi terburuk seperti penghentian operasional atau pemangkasan karyawan, dan inilah yang lantas menimbulkan kecemasan para pekerja di kalangan akar rumput karena khawatir akan nasib mereka di masa depan," ucapnya.

Jika ditinjau dari aspek gender, IHT merupakan industri strategis yang memberi akses lebih banyak bagi pekerja perempuan dengan tingkat pendidikan terbatas, jika dibandingkan dengan industri manufaktur lain seperti garmen dan tekstil.

Berdasarkan data BPS (2017), tercatat 86% dari seluruh pekerja di sektor pengolahan tembakau adalah pekerja perempuan. Sementara itu, data World Bank (2018) mencatat persentase tingkat pendidikan pekerja perempuan di IHT untuk tamatan SD selalu di atas 30% di 2011-2015.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: