Warga Australia Juga Suka Konsumsi Teori Konsiprasi, Alhasil...
"Menebarkan rasa takut"
Seorang warga Australia, David Sommerville merasa frustrasi saat melihat orang-orang menyebarkan informasi yang salah tentang tes virus corona di Facebook.
Ia khawatir jika kebingungan tentang tes akan menurunkan tingkat pengetesan, sehingga membuat orang berisiko sakit, bahkan meninggal dunia.
"Saya melihat teman dan kenalan membagikan informasi palsu yang membuat resah, padahal beberapa diantaranya jelas-jelas dilakukan di Amerika karena menggunakan istilah seperti Q-tips," kata David.
Artikel yang mengandung informasi yang salah itu telah dibaca oleh puluhan ribu orang dan menyebabkan keraguan tidak berdasar soal efektivitas tes PCR.
Data dari perusahaan analisis media sosial BuzzSumo menunjukkan 5 dari 10 konten web terkait pengetesan dalam satu bulan terakhir, yang paling banyak menarik pembaca adalah artikel yang secara keliru menyatakan penemu PCR, pemenang hadiah Nobel Kary Mullis, membantah tes ini dapat secara efektif mendeteksi virus menular.
Situs web yang mempromosikan klaim ini termasuk penerbit berita independen dan blog anti-vaksin.
Menurut "Reuters Fact Check", hal itu tidak benar, karena Kary telah dikutip dengan salah dan yang ia katakan bukan tentang tes COVID-19.
Colin Klein dari Australian National University telah meneliti bagaimana teori konspirasi menyebar di dunia online.
Ia mengatakan, masuk akal ada kelompok-kelompok yang meragukan keseriusan COVID-19 terkait dengan teori konspirasi.
"Meraka sudah lebih dulu meyakini hal seperti ini," kata Dr Klein.
"Saya menganggap bagian inti dari sebagian besar teori konspirasi adalah: bukan saja kamu sedang dibohong, tetapi ada sesuatu yang disembunyikan."
Versi lain dari informasi yang salah dan beredar dalam Grup Facebook Teori Konspirasi Australia adalah klaim jika tes PCR dapat "menghancurkan penghalang darah di otak" dan membiarkan "bakteri dan racun lain masuk ke otak Anda dan menginfeksi jaringan otak sehingga dapat menyebabkan peradangan dan kadang-kadang kematian ".
Posting itu telah ditandai sebagai informasi palsu oleh Facebook dan dibantah oleh tim Pemeriksa Fakta Associated Press, yang menegaskan jika metode "swab" tidak menyentuh penghalang darah-otak.
Menurut data Crowdtangle, tautan tersebut telah dibagikan oleh puluhan halaman Facebook yang terkait dengan teori anti-vaksinasi dan konspirasi QANON, dengan hampir 200.000 pengikut.
Orang-orang yang percaya pada konspirasi dimotivasi oleh ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan merasa yakin jika mereka sudah ditipu, kata Dr Klein, sehingga teori yang mereka buat juga tidak konsisten.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: