Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

LCS Memanas Gegara China-AS, Bagaimana Sikap Indonesia?

LCS Memanas Gegara China-AS, Bagaimana Sikap Indonesia? Kredit Foto: Wikipedia

Dari sudut pandang Donald Trump, ujar Teuku Rezasyah, krisis di Laut China Selatan ini sangat menantang kepemimpinan global AS sebagai negara maritim, yang mengharamkan munculnya China sebagai pesaing global.

Donald Trump cenderung mengawinkan momentum Pilpres bulan November 2020 dengan krisis di Laut China Selatan guna meningkatkan kredibilitasnya di dalam dan luar negeri, agar terpilih kembali sebagai Presiden.

Sebaliknya, RRC sudah berada pada posisi angkuh, mengingat keberhasilannya menangani Covid-19, kerontokan ekonomi negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan ASEAN, yang selama ini mengkritisi kepemilikan lahan RRC di Laut China Selatan.

RRC semakin percaya diri, mengingat meningkatnya kredibilitas RRC pasca-pembangunan Belt and Road Initiative (BRI) dan investasi langsungnya di Asia dan Afrika. Konflik di Laut China Selatan ini diperkirakan hanya sebatas saling mengancam secara militer, pemberian sanksi ekonomi, dan tekanan politik. Karena para pelakunya, dalam hal ini RRC dan AS berikut sekutunya, juga mengkhawatirkan dampak global dari krisis ini.

Menurutnya, walaupun tidak akan terjadi konflik terbatas antara RRC melawan AS beserta sekutu-sekutunya, kemungkinan besar yang terjadi adalah Perang Dingin Terbatas di Laut China Selatan. Contohnya adalah saling kecam dan saling memainkan aturan hukum internasional, berikut kampanye global yang saling menyudutkan.

"Akan terjadi juga pacu senjata, berupa pembelian senjata secara besar-besaran di kalangan sekutu-sekutu AS, yang disertai latihan militer dalam skala rendah," kata dia.

Secara sistematis RRC akan melakukan pelanggaran zona ekonomi eksklusif (ZEE) melalui pembiaran nelayan asal berbagai provinsi di RRC untuk bergerak diam-diam, namun dituntun secara elektronik oleh kapal perang dan kapal riset maritim.

Berlangsungnya keadaan itu, akan mempersulit ASEAN, dan terutama sekali Indonesia, karena akan terus tertundanya pembuatan Code of Conduct (CoC) antara RRC dan ASEAN.

Sementara itu, berbekal kepemimpinan ekonomi dan investasi, RRC cenderung terus berusaha memecah belah ASEAN secara ekonomi, politik, dan militer. Akumulasi keadaan di atas akan memperburuk ketahanan nasional RI, sehingga mau tidak mau pemerintah RI berkewajiban menjadikan Laut Natuna Utara sebagai wilayah yang harus dipertahankan demi keutuhan NKRI, ujar Teuku Rezasyah.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: