Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Konflik Menajam, Gelagat China di LCS Dinilai Mirip VOC Modern

Konflik Menajam, Gelagat China di LCS Dinilai Mirip VOC Modern Kredit Foto: Geopolitical Intelligence Service/MacPixxel

Apa tujuan China di Laut China Selatan?

"Beijing mengatakan bahwa Laut China Selatan adalah bagian penting dalam wilayah maritimnya, tidak hanya sebagai benteng pertahanan bagi fasilitas pencegah serangan nuklir di lautan yang dibangun di Pulau Hainan, namun juga sebagai pintu masuk untuk Jalur Sutra Maritim, yang merupakan bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan China," kata Alexander.

Pada April 2018, China menguak batu megalitik seberat 200 ton yang dibangun di tiga pulau terbesar di Kepulauan Spratly. Batu tersebut didatangkan dari Gunung Taishan, yang dipandang sebagai salah satu gunung sakral di China.

Baca Juga: LCS Memanas Gegara China-AS, Bagaimana Sikap Indonesia?

Di Kepulauan Spratly juga telah dibangun fasilitas militer, kebun buah dan sayuran seluas 2,4 hektar yang dipolinasi lebah yang didatangkan dari daratan China, dan akses internet mobile 5G.

"Semua ini menunjukkan China telah memasuki fase kedua, dari rencananya yang terkalkulasi, untuk menjadikan lautan strategis di Asia Tenggara ini sebagai lautan China," kata Alexander.

Apa tindakan AS selanjutnya?

Pengumuman Mike Pompeo yang mengatakan klaim China di wilayah Laut China Selatan ilegal membuat banyak orang bertanya apa langkah AS selanjutnya.

"Amerika Serikat bilang menentang China, tapi yang perlu kita perhatikan kemudian adalah ada perubahan atau tidak? Apakah ada tindakan AS, atau itu hanya upaya [Presiden AS Donald] Trump untuk meraih suara menjelang pemilu AS? Itu yang kita harus hati-hati," kata Yohanes Sulaiman, analis politik dan keamanan regional dan dosen di Universitas Jenderal Achmad Yani, Bandung, Jawa Barat.

"Bagi Trump, dia harus menyiarkan kalau [calon presiden AS] Joe Biden itu antek China. Kalau dia lemah dan Trump berani menghadapi China. Pertanyaan yang harus kita pertanyakan juga adalah apa yang akan dilakukan pemerintah AS berikutnya?"

Menurut Alexander Neill, Mike Pompeo mungkin setidaknya ingin membangun koalisi diplomasi untuk mengisolasi China, tidak hanya dengan negara yang mengklaim wilayah di Laut China Selatan, tapi juga dengan negara dengan kekuatan yang lebih besar.

Natalie Sambhi dari ANU mengatakan bahwa Indonesia di masa depan akan tetap mengedepankan politik luar negeri 'bebas aktif', di mana ia tidak akan memihak Washington atau Beijing.

"Indonesia selalu ingin menegakkan hukum internasional, namun dengan cara yang mempertahankan perdamaian dan stabilitas. Dalam kasus kapal ikan China di Natuna, Presiden Jokowi sepertinya merasa bahwa provokasi itu cukup keras, sehingga harus direspon dengan keras.

"Berita itu juga disiarkan media, sehingga semua rakyat tahu apa yang terjadi setiap harinya. Jokowi juga membuat pernyataan tegas di beberapa stasiun TV. Tapi, ini bukan berarti Indonesia akan berbuat hal yang sama terkait masalah-masalah luar negerinya," kata Natalie.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: