Board member Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dan Ekonom Australian National University (ANU) Arianto Patunru mengatakan, Indonesia perlu upaya ekstra keras untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi positif di kuartal ketiga tahun ini, jika ingin menghindari resesi.
Namun, upaya pemulihan perekonomian akan sia-sia tanpa adanya upaya serius untuk menahan laju penyebaran Covid-19. Hal ini sangat penting dilakukan karena krisis ekonomi kali ini diawali dengan pandemi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia.
Berbeda dengan krisis keuangan yang terjadi sebelumnya (krisis keuangan Asia 1997-1998 dan krisis keuangan global 2008), krisis keuangan kali ini diawali dengan krisis kesehatan yang melemahkan, tidak hanya permintaan (demand), tetapi juga penawaran (supply) yang pada akhirnya berlanjut menjadi krisis ekonomi.
Baca Juga: Sandiaga Uno Bocorkan Sang Penyelamat RI dari Resesi Saat Ini
Baca Juga: Depresi Besar Bisa Terulang, Indikatornya Sudah Terlihat
Krisis Covid-19 memengaruhi permintaan (tidak bisa belanja, tidak berani belanja hingga adanya penurunan pendapatan) dan penawaran (adanya pembatasan dan tidak ada kegiatan yang menyebabkan turunnya output).
Krisis keuangan sebelumnya, lanjutnya, lebih banyak berdampak pada permintaan karena penurunan pendapatan sehingga pemerintah memberikan bantuan berupa stimulus.
Melihat goncangan yang berbarengan di penawaran dan permintaan, mungkin inflasi kali ini tidak akan setinggi krisis sebelumnya. Tapi, tetap ada kemungkinan barang-barang tertentu, karena langka, akan mengalami kenaikan harga akibat penimbunan dan ketidakmerataan akses.
"Harus tetap waspada terutama distribusi bahan esensial, seperti pangan tetap terjaga. Stimulus dari pemerintah lewat bantuan sosial bertujuan untuk menjaga daya beli untuk konsumsi pokok masyarakat. Ke depannya untuk stimulus usaha," terangnya di Jakarta, Jumat (7/8/2020).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: