Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dari Properti hingga Ritel, Ini Nasib Kerajaan Bisnis Grup Lippo

Dari Properti hingga Ritel, Ini Nasib Kerajaan Bisnis Grup Lippo Kredit Foto: WE/Pool
Warta Ekonomi, Jakarta -

Grup Lippo dikenal sebagai salah satu grup perusahaan konglomerasi raksasa di Indonesia. Bukan tanpa alasan penyematan istilah konglomerasi raksasa itu, mengingat Grup Lippo mempunyai kerajaan bisnis hampir di semua sektor, mulai dari properti, asuransi, media, keuangan, perbankan, hingga ke ritel.

Baca Juga: Kinerja Emiten Consumer Goods Milik Crazy Rich Salim, Yay or Nay?

Dari seluruh portofolio bisnis yang dimiliki Grup Lippo, sektor properti dan ritel menjadi yang paling mendominasi. Terlebih lagi, posisi PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) saat ini menjadi ikon bagi Grup Lippo untuk sektor properti. Sementara untuk sektor ritel, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) pun menjadi ikon bagi bisnis Grup Lippo.

Lantas, bagaimana kinerja keuangan dari empat ikon bisnis terbesar Grup Lippo tersebut pada paruh pertama tahun 2020? Masihkah kinerjanya bersinar terang di tengah hantaman pandemi Covid-19? Simak ulasan berikut ini.

1. Lippo Karawaci 

Membukukan kapitalisasi pasar sebesar Rp8,79 triliun per 10 September 2020, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) menjadi perusahaan terbesar di antara kerajaaan bisnis Grup Lippo lainnya. Di bawah kepemimpinan John Riady, kinerja LPKR dikatakan membaik pada paruh pertama tahun ini. 

Walau pada semester I 2020 LPKR mengantongi rugi bersih sebesar Rp1,25 triliun, angka tersebut 14,38% lebih rendah daripada kerugian perusahaan pada semester I 2019 lalu yang mencapai Rp1,46 triliun. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, pendapatan LPKR juga tercatat menurun 2,6% dari Rp5,48 triliun pada Juni 2019 menjadi Rp5,33 triliun pada Juni 2020.

Baca Juga: Laba Emiten Properti LQ45 Ambruk, Siapa yang Paling Terpuruk?

Penurunan tersebut terjadi seiring dengan pendapatan segmen manajemen dan layanan real estate yang turun dari Rp4,43 triliun menjadi Rp3,96 triliun. Meski begitu, LPKR membukukan pertumbuhan pendapatan dari segmen pengembangan real estate sebesar 33,9% dari Rp983,08 miliar menjadi Rp1,32 triliun. 

"Meskipun pandemi global baru-baru ini memengaruhi pendapatan recurring kami dari rumah sakit, mal, dan hotel secara signifikan. Kami terus menunjukkan kemajuan pada bisnis real estate development kami yang tumbuh sebesar 33,9% pada semester I 2020," pungkas CEO LPKR, John Riady, secara tertulis, Jakarta, 30 Juli 2020 lalu.

Selain menurunnya pendapatan, rugi yang masih dialami oleh LPKR juga disebabkan oleh peningkatan beban keuangan. Per akhir Juni 2020, beban keuangan LPKR tercatat sebesar Rp726,84 miliar atau 26,58% lebih tinggi dari Juni 2019 lalu yang sebesar Rp574,23 miliar. Sementara itu, beban pokok pendapatan tercatat turun dari Rp3,41 triliun pada semster I 2019 menjadi Rp3,22 triliun pada semester I 2020.

Di sisi lain, kinerja keuangan LPKR terdongkrak oleh marketing sales yang mengalami peningkatan hingga 26% daru Rp853 miliar pada tahun lalu menjadi Rp1,05 triliun pada tahun ini. Hal itu pun dikatakan John Riady sebagai tanda-tanda pemulihan bisnis properti yang sempat terpuruk akibat pandemi.

"Saya percaya bahwa bisnis properti sedang pulih dan akan terus bertumbuh, di mana LPKR terus membangun proyek rumah hunian yang terjangkau sesuai dengan keinginan para penghuni perumahan kami," lanjutnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: