Yenti menambahkan, sudah seharusnya pula jajaran penegak hukum bisa memberi efek dengan memberikan putusan menyita seluruh aset dan memiskinkan terdakwa untuk mengganti kerugian negara.
“Yang paling membuat efek jera selain hukuman maksimal adalah, pemiskinan. Melakukan perampasan dari semua hasil kejahatan para terdakwa dan denda. Jika TPPU mereka habis dan tidak cukup, itu bisa di kejar ke denda mereka yang besar.”
Seperti yang diketahui, terdapat beberapa nama samaran yang digunakan terdakwa saat berkomunikasi, seperti ‘Pak Haji’ untuk panggilan Heru Hidayat, Hendrisman dengan sebut ‘Chief’, Hary menjadi ‘Rudy’, Joko Hartono ‘Panda’, dan Syahmirwan dengan panggilan ‘Mahmud’. Tak hanya itu, di dalam persidangan juga muncul fakta-fakta berupa penghancuran telepon genggam milik salah satu saksi fakta yang diduga merekam komunikasi dengan salah satu terdakwa guna menghapus data transaksi saham.
Terakhir, adanya pengakuan praktik manipulasi laporan keuangan atau window dressing yang dilakukan Direksi lama pada saat menjalankan perusahaan selama 10 tahun. Dalam nota pembelaannya, Direktur Keuangan periode 2008-2018, Hary Prasetyo mengungkapkan, praktik window dressing tersebut dilakukan atas izin dan sepengetahuan mantan Pejabat Bapepam LK, mantan pejabat Kementerian BUMN dan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga pengawas pengganti Bapepam LK.
"Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK. Sangat tidak mudah menjaga laporan keuangan untuk tetap "solvent" meski sempat dilakukan revaluasi aset pada 2013. Apakah hal tersebut dikatakan semu? Betul, tapi tidak ada pilihan lain," kata Hary saat membacakan pledoi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: