Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minyak Sawit: Uji Coba Produksi Bensin Superbiohydrocarbon

Minyak Sawit: Uji Coba Produksi Bensin Superbiohydrocarbon Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Muara Sabak Barat, Tajungjabung Timur, Jambi, Jumat (10/7/2020). | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan

Tidak hanya di Kudus, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN), Care ITB dan Pemkab Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (Sumsel) berencana membangun pabrik berkapasitas 2.500 barel per hari dan di Pelalawan, Riau juga akan dibangun pabrik dengan kapasitas 1.500 barel per hari.

Untuk tahap awal, Sahat menjelaskan, akan dibangun pabrik penghasil produk industry vegetable oil (IVO) terlebih dahulu.

"IVO ini adalah minyak CPO+ untuk tujuan bahan bakar yang sudah bebas dari komponen perusak oleh katalis 'merah-putih' produksi CaRE ITB. Jadi, jelang tiga pabrik itu, ada minyak sawit IVO yang dihasilkan di Muba, dikirim dulu ke kilang Pertamina di Plaju, Palembang. Terus yang di Pelalawan dikirim ke Kilang Pertamina Dumai. Yang bekerja sama dengan Pertamina, koperasi petani. Sebab koperasi itulah nanti yang jadi pemilik pabrik IVO itu," terang Sahat.

Baca Juga: Sambut Oktober 2020, Harga Referensi CPO dan Biji Kakao Cerah Merona

Baca Juga: Bukan Ancaman Pangan, Kebun Sawit Justru Bagian Ketahanan Pangan

Bagi Sahat, unit pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak IVO disebut traga oil mill (TOM) yang merupakan generasi kedua setelah PO mill. TOM inilah yang nantinya akan menghasilkan IVO yang diolah di kilang biohydrocarbon untuk menjadi bensin super.

"Investasinya 90 persen dari belanja modal capital expenditure (Capex) PKS konvensional. Nah, kalau ongkos olah TBS di PKS biasanya berkisar Rp153 per kilogram, di TOM hanya Rp95-Rp110 per kilogram," ujar Sahat. 

Jika apa yang dikatakan Sahat ini segera terwujud, bukan tidak mungkin ekspor biodiesel ke Eropa maupun Amerika, dihentikan.

"Kalau sekarang harga CPO tinggi, jangan senang dulu, sebab harga CPO yang tinggi justru jadi racun atau narkoba yang membikin petani tidak produktif berkebun dan mereka akan banyak tidur. Jangan terninabobokkan dengan itu," pinta Sahat.

Tidak hanya itu, Sahat juga berpesan, untuk mencapai tingkat harga IVO yang affordable, satu-satunya jalan yakni dengan meningkatkan produktivitas kebun agar berada di atas 20 ton TBS per hektare per tahun.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: