Mengupas Kekuatan Uni Emirat Arab yang Dominan di Timur Tengah
Aliansi baru dengan Israel
Sejak kejadian itu UEA mengurangi keterlibatan mereka dalam konflik Yaman yang mematikan. Namun UEA terus memperluas jangkauan militernya. Mereka terlibat upaya kontroversial untuk mencegah pengaruh Turki di Timur Tengah.
Jadi, jika Turki menancapkan pengaruh besar di ibu kota Somalia, Mogadishu, UEA justru mendukung masyarakat Somaliland untuk memerdekakan diri. UEA sudah membangun pangkalan militer di Berbera, Teluk Aden.
Di Libia yang juga tengah dilanda perang, UEA berkoalisi dengan militer Rusia dan Mesir untuk mendukung pasukan Khalifa Haftar, melawan kelompok pendukung pemerintah Libia yang didukung Turki, Qatar, dan beberapa negara lainnya.
September ini, UEA mengirim kapal dan jet tempur ke pulau Kreta dalam rangka latihan bersama dengan militer Yunani.
Yunani saat ini tengah bersiap menghadapi kemungkinan berkonfrontasi dengan Turki soal hak pengeboran di Mediterania timur.
Dan sekarang, setelah pengumuman dramatis yang tiba-tiba datang dari Gedung Putih, muncul aliansi UEA-Israel dalam berbagai bidang. Kesepakatan itu seolah menjadi cap resmi atas kerja sama rahasia mereka selama bertahun-tahun.
Seperti Arab Saudi, UEA diam-diam memperoleh perangkat lunak buatan Israel untuk mengawasi warga negara mereka yang dianggap mengancam kekuasaan.
Kerja sama itu sebenarnya mencakup banyak bidang, dari perawatan kesehatan, bioteknologi, budaya, dan inisiatif perdagangan.
Namun aliansi UEA-Israel juga menjajaki kemungkinkan menciptakan hubungan militer dan keamanan strategis yang tangguh.
UEA diyakini bisa memanfaatkan teknologi mutakhir Israel karena aspirasi global dan sumber keuangan mereka yang tak terbatas.
Musuh bersama kedua negara, Iran, mengutuk kesepakatan itu, seperti halnya Turki dan Palestina. Negara-negara ini menuduh UEA mengkhianati harapan kemerdekaan masyarakat Palestina.
Mencapai bintang
Ambisi UEA tidak berhenti di situ. Dengan bantuan Amerika Serikat, mereka menjadi negara Arab pertama yang mengirim misi perjalanan ke Mars.
Dalam proyek senilai Rp2,9 triliun yang diberi nama `Harapan` itu, pesawat antariksa UEA meluncur ke luar angkasa dengan kecepatan 126.000 kilometer per jam (78.000 mph).
Pesawat itu lepas landas dari sebuah pulau terpencil di Jepang. Pesawat tersebut ditargetkan mencapai Mars yang berjarak 495 juta kilometer dari bumi pada bulan Februari 2021.
Sesampai di Mars, pesawat itu akan memetakan gas atmosfer yang mengelilingi planet merah, lalu mengirimkan datanya kembali ke Bumi.
"Kami ingin menjadi pemain global," kata Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargas
"Kami ingin mendobrak penghalang dan kami harus mengambil beberapa risiko strategis untuk mematahkan penghalang ini," tuturnya.
Namun, muncul kekhawatiran bahwa dengan pergerakan yang begitu cepat dan sudah sejauh ini, UEA akan melampaui batas kemampuan mereka.
"Ada sedikit keraguan bahwa UEA adalah kekuatan militer paling efektif di kawasan Arab," kata analis Teluk Persia, Michael Stephens.
"Mereka mampu mengerahkan pasukan jauh ke luar negeri dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh negara-negara Arab lainnya.
"Tapi mereka juga dibatasi oleh ukuran dan kapasitas. Menangani begitu banyak masalah sekaligus merupakan tindakan berisiko. Dalam jangka panjang ini bisa berakhir menjadi bumerang bagi mereka," kata Stephens.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: