Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menerawang Pilpres AS dari Kacamata Orang Indonesia, Coblos Biden atau Trump?

Menerawang Pilpres AS dari Kacamata Orang Indonesia, Coblos Biden atau Trump? Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Washington -

Bagi komunitas diaspora Indonesia, pemilihan umum Amerika Serikat 2020 amat penting dan oleh karenanya mereka mengikuti proses ini dengan saksama walaupun sebagian tidak punya hak pilih sama sekali. Sebagai pendatang, orang-orang Indonesia mengamati apakah kebijakan imigrasi pemerintahan Amerika Serikat (AS) untuk empat tahun mendatang akan mempengaruhi mereka, serta bagaimana pendekatan penguasa dalam menangani isu rasisme.

Mengingat sebagian mencari nafkah di AS, mereka juga berkepentingan terkait dengan berapa besar pajak pendapatan yang mesti disetor jika calon Partai Republik, Donald Trump, menang lagi. Atau sebaliknya, jika calon Partai Demokrat, Joe Biden, yang menang.

Baca Juga: Jelang Pilpres AS, Kekayaan Miliarder Teknologi Menurun Tajam, Jeff Bezos Paling Terdampak!

Pemilu AS kali ini digelar di tengah pagebluk Covid-19 yang telah menyebabkan lebih dari 1,2 juta orang meninggal dunia. Negara dengan jumlah kasus dan kematian tertinggi adalah Amerika Serikat. Tentu pandemi ini setidaknya telah berdampak pada urusan kesehatan dan ekonomi warga.

Saya menghubungi empat orang Indonesia yang telah lama menetap di negara yang dijuluki Uncle Sam atau Paman Sam. Dua orang di antara mereka bahkan memegang kewarganegaraan AS sehingga punya suara untuk menentukan pemenang dalam perebutan tiket ke Gedung Putih.

Berdasarkan data KBRI Washington DC pada Juni 2020, jumlah warga negara Indonesia yang bermukim di Amerika Serikat mencapai lebih dari 142.000 orang.

Anggota Republik tapi tak menyokong Trump

Kontak pertama saya adalah Nina (50) --bukan nama sebenarnya. Asli Jawa Timur, ia pindah ke AS sesudah Presiden Soeharto lengser tahun 1998. Kini Nina sudah menjadi Republikan, anggota Partai Republik. Partai berlambang gajah itu kembali mencalonkan Donald Trump untuk masa jabatan kedua.

"Republik ini partai konservatif. Saya suka dengan itu karena sesuai dengan pilihan, cuma yang menjadi presiden sekarang ini plin-plan. Dia itu sebenarnya baik, tapi hanya di bidang ekonomi karena dia pengusaha.

"Hanya untuk hal-hal lain, dia tidak bisa mempersatukan berbagai ras. Dia cenderung rasis. Tapi dia tidak mengakui itu," kata Nina melalui sambungan telepon dari Negara Bagian Oklahoma.

Sebagaimana dikatakan oleh Nina, Presiden Trump menampik tudingan dirinya rasis. Satu contoh saja, ia membela serangannya terhadap empat perempuan kulit berwarna di Kongres: Ilhan Omar dari Negara Bagian Minnesota, Ayana Pressley dari Massachusettes, Alexandria Ocasio-Cortez dari New York, dan Rashida Tlaib yang mewakili Michigan.

Pada Juli lalu, Trump mengatakan kepada keempat anggota Kongres supaya kembali ke negara asal mereka. Nina mengamati pernyataan-pernyataan Trump yang kerap kontroversial membuat masyarakat semakin terpecah-belah, tak terkecuali di negara bagiannya.

Oklahoma merupakan salah satu basis Partai Republik dan dalam pemilihan presiden 2016 di negara bagian tersebut, Donald Trump dengan mudah mengalahkan Hillary Clinton, padahal Nina memberikan suara untuk calon presiden dari Demokrat.

"Tahun ini saya tak memilih siapapun. Joe Biden sendiri, saya tidak yakin. Pertama, dia sudah lebih tua dan kedua, di zaman Obama dia tidak bersuara," ia beralasan mengapa golput.

Sama dengan Nina, seorang perempuan asal Indonesia lain, Rita (bukan nama sebenarnya) sudah menjadi warga negara AS. Ia mempunyai hak pilih jauh sebelum Barack Obama mencetak sejarah sebagai presiden AS berkulit hitam pertama pada tahun 2008.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: