Eropa Munculkan Wacana Bentuk Lembaga Imam, Begini Penjelasannya...
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan ada kebutuhan membentuk sebuah lembaga untuk melatih para imam di Benua Biru, Eropa. Laman Politico edisi Senin (9/11/2020) menyebutkan, keberadaan institut itu adalah cara untuk menghapus ujaran kebencian dan mencegah terorisme. Namun, gagasan ini mengundang sikap skeptis.
"Serangan teroris bertujuan menghancurkan kehidupan, mengirimkan gelombang kejut, tapi juga merusak nilai-nilai proyek Eropa. Namun kita tidak akan menyerah," kata Michel pada Senin (9/11/2020), dikutip laman Al Arabiya.
Baca Juga: Lebih dari 300 Ribu Orang Eropa Tewas Gegara Corona, Kecemasan Meningkat Jelang Musim Dingin
Dia menekankan Eropa perlu memerangi idelogi kebencian dengan segenap kekuatan. "Ini proposal konkret saya: pembentukan Institut Eropa untuk pelatihan para imam di Eropa," ujarnya.
Michel mengatakan Eropa pun harus memastikan tidak ada yang lolos dari hukum ketika pesan yang menggaungkan terorisme diunggah di dunia maya. Ia mengaku terkejut karena ada pesan yang mengaungkan kebencian tetap dibiarkan berkeliaran di dunia maya selama berhari-hari.
"Kita harus bisa menghapus konten semacam itu dengan cepat. Beberapa proposal sudah dibahas. Saya berharap mereka akan diadopsi pada akhir tahun dan dapat beroperasi," ucapnya.
Hal itu dia sampaikan saat menghadiri acara penghormatan terhadap korban serangan teror di Austria. Ia berbicara didampingi Kanselir Austria Sebastian Kurz.
Gagasan Michel diungkapkan menjelang konferensi video pada Selasa (10/11/2020, antara Michel, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Mereka berencana membahas sikap Eropa untuk menanggapi ancaman terorisme.
Pada 2 November, terjadi aksi penembakan di beberapa lokasi di Austria. Serangan tersebut dilakukan oleh beberapa pelaku, satu di antaranya bernama Kujtim Fejzulai (20 tahun).
Otoritas Austria menyebut Fejzulai adalah simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dia pernah menjalani hukuman penjara selama 22 bulan karena mencoba melakukan perjalanan ke Suriah.
Beberapa hari pascapenyerangan, otoritas Austria menutup sebuah masjid dan perkumpulan Islam yang sering dikunjungi pelaku. Saat ini perburuan terhadap para penyerang lainnya masih dilakukan.
Usul Michel mendapat tanggapan skeptis. Salah satunya datang dari Rashad Ali, peneliti senior bidang reradikalisasi di Institute for Strategic Dialogue, lembaga think tank yang berpusat di London dan menangani bidang ekstremisme dan polarisasi.
"Pendekatan pemerintah dalam mengendalikan wacana keagamaan melalui iman adalah kegagalan yang sudah diuji dan dicoba di negara-negara mayoritas Muslim," ujar Ali.
"Di satu sisi, ada upaya memutus ikatan politis dengan negara asing, namun di sisi lain pada saat bersamaam dengan membentuk imam Eropa dan menciptakan (potret) Islam tertentu adalah hal yang tidak perlu sekaligus juga tidak menjaga keaslian agama," papar dia dikutip Politico.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto