Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gawat! 1 dari 4 Balita Minum Kental Manis Setiap Hari, Ini Bahayanya untuk Anak

Gawat! 1 dari 4 Balita Minum Kental Manis Setiap Hari, Ini Bahayanya untuk Anak Konsumen memilih produk susu kental manis di salah satu mini market di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (6/7). Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) telah mengeluarkan surat edaran yang memperketat aturan tentang label dan iklan pada produk susu kental dan analognya. | Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta

Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa mengatakan media sangat memiliki peran penting di dalam memberikan persepsi kepada masyarakat.

"Betul, bahwa memang media ini memiliki peran penting didalam memberikan persepsi kepada masyarakat tentang kental manis adalah susu," jelas Chairunnisa.

Sedangkan, Erna Yulia Soefihara selaku Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU mengatakan bahwa ia dan kadernya di seluruh Indonesia mencoba untuk mengubah persepsi bahwa kental manis itu bukanlah susu yang bisa diminum untuk balita.

"Tapi memang sangat sulit ya, saat kita melakukan sosialisasi itu karena sudah begitu lama di mereka itu bahwa susu kental manis itu sehat. Sudah menjadi kebiasaan, setelah lepas ASI mereka mengganti tidak dengan susu untuk anak, tapi memberikan kental manis," papar Erna.

Selain melaksanakan penelitian, sepanjang 2020 YAICI bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU dan didukung oleh mitra-mitralainnya juga gencar melakukan sosialisasi dan edukasi untuk masyarakat secara online. Sebanyak 12.560 kader kedua organisasi perempuan terbesar di Indonesiaini tersebar di 34 provinsi dan beberapa cabang di luar negeri telah terpapar edukasi tentang kental manis.

Ketua Harian YAICI Arif Hidayat mengatakan, pentingnya persoalan kental manis tidak hanya sebatas mencukupi gizi anak, namun juga potensi kerugian yang dialami negara akibat stunting bisa mencapai 2 persen sampai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.

"Ini angka yang besar sekali. Kita lihat PDB 2019 sebesar Rp15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp474,9 triliun. Jumlah itu mencakup biaya mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting," jelas Arif.

YAICI berkomitmen melakukan edukasi yang berkelanjutan bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan generasi yang unggul di masa mendatang. Pandemi memang sempat menjadi hambatan dalam mengedukasi masyarakat tahun ini, tentu tidak seefektif bila edukasi secara langsung dengan masyarakat.

"Bagaimanapun, upaya ini tidak boleh terhenti, karena itulah kami berharap hasil penelitian ini dapat mendorong pemerintah untuk meningkatkan partisipasinya dalam mengedukasi masyarakat," pungkas Arif Hidayat.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: