Kemampuan beradaptasi adalah kekuatan yang melampaui kekuatan itu sendiri. Sejarah membuktikan mereka yang terkuat bukanlah yang paling mampu bertahan, melainkan yang paling cepat beradaptasi.
Belakangan, kecepatan umat manusia beradaptasi diuji menyusul merebaknya pandemi Covid-19. Sains atau tepatnya ilmu kedokteran memberi petunjuk bagaimana cara bertahan untuk tetap hidup di tengah pandemi.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Tak Mau Lihat Ada Praktik Jual-Beli Vaksin Covid-19 di Jateng
Secara ekonomi, para ahli finansial pun memberikan berbagai anjuran. Sementara para pemimpin, pemuka agama, dan lainnya mendorong sesama untuk bersikap dan berperilaku lebih bijak.
Tapi, pikiran manusia terlalu kompleks untuk ditebak. Terlalu “pintar” untuk sekadar mengikuti anjuran bahkan aturan layaknya robot terprogram. Stimulus yang sama (Covid-19) tak melulu menghasilkan respons (perilaku) seragam.
Namun demikian, selalu ada benang merah yang bisa kita tarik dari keberagaman dan ketidakteraturan. Untuk menemukan benang merah itulah BAYK bersama Populix menggelar riset sederhana mengenai perilaku konsumen selama pandemi.
“Dengan memahami benang merah perilaku konsumen, kita bisa memprediksi ke arah mana arus utama tren perilaku masyarakat ke depannya,” kata Arya Gumilar, General Manager BAYK Strategic Sustainability di Jakarta.
Arya menjelaskan, riset menggunakan survei kuantitatif dengan 300 responden yang tersebar di 5 kota besar Indonesia sebagai data primer. Sementara data sekunder didapat dari observasi, wawancara lapangan, dan desktop research.
Dari survei yang dilakukan bersama Populix tersebut, responden umumnya mengakui bahwa Covid-19 banyak mengubah pola hidup. Dalam urusan mengelola keuangan misalnya, 87 persen responden mengaku memprioritaskan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari selama pandemi ini.
Lebih dari 90% responden juga mengaku menjadi lebih sering memasak ketimbang masa sebelum pembatasan sosial diberlakukan. Masih banyak lagi “kesalehan” pengelolaan keuangan masyarakat yang terungkap dari survei.
Namun fakta di lapangan juga menunjukkan, sejumlah produk yang sebetulnya masuk pada kategori tersier, justru meningkat selama pandemi. Stok sepeda di nyaris setiap kota habis. Bahkan sepeda impor merek tertentu dari luar negeri dengan harga puluhan hingga ratusan juta rupiah per unit, juga ludes di masa pandemi ini.
Temuan-temuan dalam riset ini kemudian dirilis dan didiskusikan dalam webinar berjudul “Bisnis Bebas Krisis”. Disksusi ini juga menampilkan pembicara Staf Khusus Menkop UKM yang juga Komisaris Angkasa Pura 2 Fiki Satari serta Executive Vice President of Operations Blibli.com Lisa Widodo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto