Dengan inflasi impor, biaya produksi juga menjadi lebih tinggi untuk perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini paling sering mencerminkan kenaikan harga jual barang dan jasa yang dijual. Akibatnya, harga di dalam negeri naik.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan Prancis yang memproduksi pakaian katun untuk dapat memproduksi garmen tersebut, perusahaan harus membeli kapas dari luar negeri, karena Perancis bukanlah produsen kapas. Oleh karena itu, mereka mengimpor kapas yang dibayar dengan Euro.
Jika nilai euro jatuh terhadap mata uang negara pengekspor kapas, ia harus membayar lebih banyak euro untuk mendapatkan pasokan. Untuk menjaga marginnya, perusahaan kemudian memutuskan untuk menaikkan harga jual pakaiannya di Prancis. Ini kemudian disebut inflasi impor, karena harga jual pakaian yang dijual di Prancis meningkat karena kenaikan biaya produksi.
Di Indonesia, salah satu barang impor yang cukup signigikan mempengaruhi inflasi adalah harga minyak. Karena Indonesia masih tergantung pada impor minyak, kenaikan tinggi atas harga minyak mendorong kenaikan biaya produksi di berbagai sektor, mulai dari transportasi, ketenagalistrikan, hingga industri manufaktur. Oleh karena itu, ketika subsidi dikurangi dan harga minyak masih tinggi, harga barang pada umumnya melonjak.
Selain melonjaknya harga barang-barang impor sebagai penyebab inflasi, depresiasi juga berkontribusi terhadap harga beli para importir. Semakin besar depresiasi mata uang, semakin tinggi harga impor. Akibatnya, importir harus mengeluarkan banyak uang untuk membeli barang impor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: