Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komunikasi Tak Kunjung Benar, Orang HAM PBB Marah: Hambat Rakyat Kashmir

Komunikasi Tak Kunjung Benar, Orang HAM PBB Marah: Hambat Rakyat Kashmir Kredit Foto: Reuters/Danish Ismail
Warta Ekonomi, New Delhi -

Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet prihatin atas terjadinya penggerebekan terhadap pembela hak asasi manusia di Kashmir dan pembatasan komunikasi.

Bachelet mengatakan, pembatasan komunikasi dan tindakan keras terhadap aktivis masyarakat sipil di Kashmir tetap menjadi perhatian Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB. 

Baca Juga: Akhirnya, China Mau Akui Soal Kematian 4 Perwiranya dari Bentrok dengan India

“Meskipun akses 4G baru-baru ini pulih ke telepon seluler, blokade komunikasi telah sangat menghambat partisipasi sipil, serta bisnis, mata pencaharian, pendidikan, dan akses ke perawatan kesehatan dan informasi medis,” ujar Bachelet, dilansir Anadolu Agency, Minggu (28/2/2021).

Oktober lalu, Badan Investigasi Nasional (NIA) India menggerebek kantor Koalisi Masyarakat Sipil Jammu dan Kashmir. NIA juga menggerebek kediamaan koordinator koalisi tersebut yaitu Khurram Parvez. Selain itu, NIA juga menggerebek kantor Asosiasi Orang Hilang.

Asosiasi ini mencari keberadaan ribuan warga Kashmir yang diduga menjadi sasaran penghilangan paksa oleh pasukan India. 

Kelompok hak asasi manusia global telah menyatakan keprihatinan atas penggerebekan ini. Dalam sebuah pernyataan pada Oktober lalu, Amnesty International mengatakan penggerebekan ini adalah "pengingat yang mengkhawatirkan bahwa pemerintah India bertekad untuk menekan semua suara yang tidak setuju di Jammu dan Kashmir". 

Sebelumnya, tujuh pelapor PBB mengatakan, keputusan India untuk mencabut status otonomi Kashmir dan penerapan undang-undang kependudukan baru dapat membatasi tingkat partisipasi politik Muslim dan minoritas lainnya.

Kepala Komite Parlemen Pakistan untuk Kashmir, Shehryar Khan Afridi meminta sekretaris jenderal PBB untuk menindaklanjuti laporan pelapor PBB dan "menjatuhkan sanksi kepada India atas terorisme demografisnya" di Jammu dan Kashmir. Afridi mengatakan kelompok-kelompok hak asasi manusia juga telah meminta India untuk "segera menghentikan penindasan terhadap suara Kashmir."

Sebelumnya, internet berkecepatan tinggi dipulihkan pada 6 Februari setelah ditutup sejak 4 Agustus 2019, ketika India memberlakukan larangan militer dan komunikasi, selain menangkap ribuan aktivis pro-kebebasan.

Pada 5 Agustus 2019, pemerintah India mencabut Pasal 370 dan ketentuan lainnya yang terkait dengan status istimewa Jammu dan Kashmir. Dengan demikian, Jammu dan Kashmir dibagi menjadi dua wilayah yang dikelola pemerintah federal.

Setelah mencabut status istimewa kedua wilayah tersebut, pemerintah India memberlakukan pembatasan termasuk memutus jaringan telekomunikasi. 

Kashmir terletak di wilayah Himalaya yang penduduknya mayoritas Muslim. Wilayah Kashmir sebagian dikuasai oleh India dan Pakistan. Sebagian kecil Kashmir juga dikuasai oleh China. Sejak India dan Pakistan dipecah pada 1947, kedua negara telah berperang sebanyak tiga kali yakni pada 1948, 1965 dan 1971.

Dua perang diantaranya memperebutkan Kashmir. Beberapa kelompok orang di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan pemerintahan India untuk mendapatkan kemerdekaan, atau penyatuan dengan Pakistan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: