Turut memaknai satu tahun merebaknya Pandemi Covid-19 sebagai momentum kebangkitan ekonomi, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), hadir sebagai salah satu narasumber dalam Webinar Nasional bertajuk INDONESIA SEHAT dan MAJU: Kebangkitan Ekonomi Pascapandemi yang digelar PARA Syndicate pada 10 Maret 2021.
Dalam paparanya Jemmy mengatakan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) selama pandemi termasuk salah satu sektor industri manufaktur yang sangat terpukul padahal industri ini memiliki rentang hulu-hilir yang panjang dan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan melakukan padat karya.
Akibat pandemi Covid-19, menurut catatan BPS, industri manufaktur tekstil dan pakaian jadi, yang pada triwulan III tahun 2019 mencatatkan pertumbuhan paling tinggi sebesar 15,08%, harus mengalami keterpurukan.
Padahal, industri tekstil dan pakaian jadi ini sebelumnya digadang-gadang menjadi salah satu dari lima sektor manufaktur yang diprioritaskan pengembangannya, terutama dalam kesiapan memasuki era industri 4.0.
Lanjutnya, untuk menunjang kebangkitan industri TPT, disayangkan masih adanya ganjalan besar yang harus dihadapi oleh banyak pelaku industri, salah satunya adalah masalah sulitnya akses permodalan. Ini menambah panjang deretan permasalahan yang dihadapi setelah terjadinya banyak penundaan kontrak dan pembayaran, kenaikan harga bahan baku, nilai tukar yang bergejolak, kesulitan transportasi logistik selama pandemi, pengurangan pegawai, pembatasan jam operasional, hingga kenaikan biaya pengapalan dan masih banyak lagi lainnya.
Menurut Jemmy, atas berbagai permasalahan ini, dibutuhkan adanya insentive dan berbagai kelonggaran karena industri TPT di tanah air masihlah sangat berpotensi untuk kembali bangkit di tengah pandemi Covid-19 dan kembali berkembang.
“Pada Q1 dan Q2 tahun 2020 Industri TPT sempat mengalai perlambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh berhentinya kegiatan perdagangan di dalam dan luar negeri. Tetapi pada Q3 dan Q4 industri berhasil bangkit kembali, terbukti dengan meningkatnya tingkat utilisasi, peningkatan penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur. Namun pada QI 2021, terjadi lagi penurunan performa karena penerapan kebijakan PPKM Mikro karena pembatasan jam buka peritel dibatasi sehingga otomatis membatasi akses konsumen,” kata Jemmy.
Untuk percepatan pemulihan menurut Jemmy perlu adanya pelonggaran PPKM Mikro, selain itu penting dilakukan invoasi agar Industri Kecil Menengah (IKM) lebih mudah dijangkau oleh masyarakat yakni melalui pemberdayaan dan digitalisasi IKM melalui sinergi antara pemerintah, lembaga perbankan, dan para pelaku industri.
Bagi pemerintah, melalui digitalisasi IKM ini, mereka berkesempatan untuk membantu secara signifikan dalam memberdayakan ekonomi masyarakat, dalam kemudahan pemberian modal kerja yang terkontrol, serta dalam meningkatkan kepatuhan terhadap perpajakan.
Bagi industri, digitalisasi sangat membantu penyerapan hasil produksi dalam negeri dan untuk peningkatan daya saing produk TPT Indonesia di luar negeri.
Sementara bagi perbankan, melalui digitalisasi ini, mereka juga bisa memberikan modal kerja yang tepat sasaran sekaligus menjadikan IKM menjadi bankable, sehingga bisa melepaskan IKM dari jerat rentenir.
Selain melalui program digitalisasi, menurut Jemmy, program pemberdayaan juga bisa dilakukan melalui optimalisasi penggunaan non-tariff measures (NTMs). Atas permasalahan yang ada, berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kebijakan melalui skema pembiayaan perbankan, kelonggaran-kelonggaran dan insentif yang diperlukan sebagai stimulus untuk mendorong pemulihan dan utilisasi industri TPT.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi
Tag Terkait: