Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan mengusulkan kepada DPR RI dan Kementerian Keuangan agar bantuan sembako kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) diberikan langsung kepada aparat desa.
Hal itu untuk mencegah kebosanan masyarakat untuk mengonsumsi sembako yang terkesan isinya cenderung tidak variatif. Seperti diketahui, isi dari bantuan makanan yang disebut formula 100 dan formula 75 itu salah satunya adalah biskuit.
"Saya paham bahwa kelebihan biskuit yang diberikan dalam bantuan sembako kemarin itu di antaranya kemasannya cukup bisa bertahan lama kadar kandungan nutrisi, mineral, protein, baik mikro maupun makronya, dan itu sudah terukur dengan baik," kata Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, pada acara webinar Kecukupan Gizi bagi Milenial untuk Melahirkan Generasi Emas 2045, Minggu (21/3/2021).
Baca Juga: Viral Ajakan Pernikahan Dini, BKKBN: Sangat Rentan dan Berbahaya
Akan tetapi, kata Hasto, bantuan sembako memiliki kelemahan. Pertama adalah kebosanan terhadap makanan yang ada di dalam sembako itu.
"Masyarakat itu kalau dikasih biskuit terus-menerus itu kan bosan. Kesannya itu, biskuit itu adalah roti," tuturnya.
Selain itu, pembagian sembako dengan cara-cara lama itu seringkali terlambat sampai ke masyarakat. "Itu pengalaman saya waktu menjadi bupati di Kulon Progo. Jadi seperti mendistribusikan barang, jalurnya panjang sekali," ucapnya.
Karenanya, Hasto berencana untuk mengusulkan konsep pendistribusian baru dalam bantuan sembako kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) ini.
"Saya usulkan dan mudah-mudahan disetujui oleh DPR dan juga Kementerian Keuangan karena ini penting agar bantuan sembako itu langsung disalurkan kepada aparat desa. Di desa itu kan ada PKK, bidan, kader bisa dari Aisyah dan organisasi-organisasi profesi yang lainnya yang menjadi tim pendamping," kata Hasto.
Artinya, makanan bergizi bisa diolah langsung oleh ibu-ibu PKK di desa dan itu bisa bervariasi makananya sehingga masyarakat tidak menjadi bosan untuk mengonsumsinya.
Sementara itu, Prof. Dr. dr. Damayanti R. Syarif, SpA. (K), Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik RSCM mengutarakan untuk mencegah stunting diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang hingga intervensi gizi.
Kementerian Kesehatan telah mengesahkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit. Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan risiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stunting.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo