Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, ikut menyoroti keputusan PT Pertamina (Persero) MOR I terpaksa menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Nonsubsidi sebesar Rp200 per liter, menyusul naiknya tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari yang semula 5 persen menjadi 7,5 persen.
Menurut dia, penyesuaian harga tersebut memang harus dilakukan Pertamina, karena PBBKB sendiri termasuk salah satu komponen harga BBM.Baca Juga: Sebentar Lagi Ramadan, Pertamina Obral Harga BBM, Eit... Ada Syaratnya
Sambung dia, sehingga ketika tarif pajak PBBKB di suatu mengalami kenaikan, maka otomatis hal itu akan mendongkrak harga BBM di daerah tersebut.
"Jadi tidak pada tempatnya Gubernur Sumatera Utara menyalahkan Pertamina, karena kenaikan BBM yang terjadi di Sumatera Utara itu sendiri karena memang sesuai dengan Peraturan Gubernur yang mengatur bahwa untuk BBM nonsubsidi tarif PBBKBnya naik menjadi 7,5 persen dari tarif sebelumnya yang hanya 5 persen," katanya, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/4/2021). Baca Juga: Gegara Pemprov Sumut Naikkan PBBKB, BBM Jadi Naik, Puskepi: Yang Salah Bukan Pertamina, Tapi..
Menurut dia lagi, jika Gubernur Sumut Edy Rahmayadi paham dan memang harusnya paham bahwa salah satu komponen harga dari BBM adalah pajak PBBKB maka dia pasti tidak akan menyalahkan Pertamina.
"Sebab ketika Pajak PBBKB mengalami kenaikan maka secara otomatis akan dilakukan penyesuaian terhadap harga BBM, karena salah satu komponen penyusunan harga BBM adalah PBBKB. Sedangkan komponen yang lain adalah harga crude oil, kurs mata uang rupiah, PPn 10 persen, hingga margin untuk penyalur. Jadi memang cukup banyak komponen untuk menentukan harga BBM," paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil