"Iya secara psikologi ada yang merasa ditekan dengan jam kerja yang berlebihan, ada yang bekerja full time dan tidak ada gaji atau upah tambahan atau lembur. Akhirnya jurnalis yang mengalami kasus ini memilih resign," kata Darul Amri Lobubun, selaku anggota Divisi Ketenagakerjaan AJI Makassar.
Menurut Darul, dengan gaji yang sangat dibawah standar serta tekanan pekerjaan dan bekerja full time tanpa tambahan bayaran, tentu saja membuat jurnalis tidak memiliki kepastian untuk memenuhi kebutuhan hidup layak termasuk menggerus profesionalitas dan independensi dalam melayani kepentingan publik.
AJI Makassar juga menganggap bahwa sistem itu sebagai praktik perbudakan modern di tengah menjamurnya media daring, dan harus segera dihentikan.
"Kita bisa lihat di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar memiliki lebih dari 50 perusahaan media massa tapi bisa dihitung jari perusahaan yang menggaji jurnalis mereka secara layak," kata Darul Amri.
Dalam kesempatan ini juga, AJI Makassar mengimbau agar perusahaan pers tidak melakukan pemutusan hubungan kerja, atau mengebiri hak-hak jurnalis termasuk THR dengan alasan efisiensi selama pandemi COVID-19 berlangsung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: