Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Uni Eropa Harus Llihat Persoalan Sawit secara Objektif & Proporsional

Uni Eropa Harus Llihat Persoalan Sawit secara Objektif & Proporsional Petani merawat bibit kelapa sawit di Desa Bunde, Kecamatan Sampaga, Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (8/4/2021). Permintaan bibit kelapa sawit yang dijual Rp15.000 hingga Rp23.000 per pohon tersebut meningkat selama musim penghujan tahun ini. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga mengatakan, disahkannya perjanjian ekonomi komprehensif Indonesia–EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) menjadi peluang besar untuk ekspor produk kelapa sawit Indonesia.

Dikatakan Jerry, penerimaan EFTA terhadap produk kelapa sawit Indonesia menunjukkan bahwa resistensi sebenarnya tidak dilakukan oleh semua negara Eropa. Bahkan, di Uni Eropa hanya beberapa negara yang kebetulan memiliki pengaruh di parlemen yang menghambat perdagangan kelapa sawit Indonesia di kawasan tersebut.

"Empat negara tersebut, yaitu Liechtenstein, Swiss, Norwegia, dan Islandia menambah deretan negara-negara Eropa yang sebenarnya menerima kelapa sawit kita. Kalau kita bertemu dengan pemerintah maupun parlemen di banyak negara Eropa sebenarnya memang menunjukkan sambutan yang positif,” ujar Jerry dalam keterangan resminya, Jumat (7/5/2021).

Baca Juga: Perjanjian Indonesia dengan Negara EFTA CEPA Angin Segar Bagi Sawit Indonesia

Melihat kecenderungan tersebut, Jerry semakin optimis dengan arah perjuangan Indonesia untuk menghapus diskriminasi terhadap kelapa sawit yang selama ini telah dilakukan Uni Eropa.

Lebih lanjut dikatakan Jerry, negara-negara Uni Eropa harus melihat persoalan sawit dengan objektif dan proporsional. Hal ini dikarenakan, kebutuhan minyak nabati semakin besar di dunia sehingga tidak semua sumber minyak nabati dapat memenuhi kebutuhan dunia secara efisien seperti kelapa sawit.

“Dilihat secara relatif dan obyektif, kalau kita menanam sumber minyak nabati lain seperti rapeseed, sebenarnya kebutuhan lahan dan dampak ekologisnya enam kali lebih besar dari kelapa sawit. Jadi secara ekologis dan ekonomi tidak efisien. Justru kelapa sawit menjadi solusi yang tepat untuk itu,” papar Jerry.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: