Kuasa hukum para nasabah Asuransi Jiwa Kresna dari LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim, merespons putusan pailit yang dikabulkan Mahkamah Agung dengan Nomor perkara 647 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 tanggal 8 Juni 2021.
Menurutnya, putusan pailit tersebut menjadi bukti tidak sejalannya Majelis Hakim Mahkamah Agung dengan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat atas penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) Asuransi Jiwa Kresna. Baca Juga: Satgas Covid-19: Keputusan Mahkamah Agung Dukungan Penting Tuntaskan Pandemi
Pasalnya, menurut dia hal tersebut adalah tindakan melawan hukum, jika merujuk Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 menyebutkan hanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dapat mengajukan permohonan PKPU. Baca Juga: Permohonan PKPU Terhadap PT DAN Ditolak
"Dengan dikabulkannya kasasi, jelas Majelis Hakim Mahkamah Agung tidak sependapat dengan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat," ucapnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/6/2021).
Lebih lanjut, ia mengatakan putusan tersebut berdampak besar terhadap seluruh pihak, baik dari pihak perusahaan hingga para nasabah.
Bahkan, menurut dia, nasabah yang menempuh jalur PKPU, diyakini akan gagal memperoleh hak-hak mereka.
Bukan tanpa sebab, menurutnya, ketika suatu perusahaan dinyatakan pailit, maka kurator akan melikuidasi aset perusahaan dan akan menjual seluruh aset tersebut dalam harga likuidasi yang sangat rendah.
"Contoh jelas pailit adalah Cipaganti, korban hanya dapat sekitar 1 persen dari modal setor," papar dia.
Selain itu, ia mengatakan seluruh aset yang disita dapat diminta korban ke pengadilan melalui kejaksaan.
"Seperti contoh kasus KSP Indosurya, di mana Mabes Polri menyita Rp29 miliar cash (tunai), rekening bank dan properti di Singapore dan Australia, maka korban bisa memintakan ke pengadilan untuk membagi aset yang disita itu kepada para korban, melalui Kejaksaan. Jumlah yang didapat akan jauh lebih besar daripada jalur PKPU," jelas dia.
"Inilah dari awal, kami dari LQ Indonesia Lawfirm selalu bilang PKPU sering dijadikan alat modus oleh perusahaan investasi bodong untuk menunda pembayaran, untuk alasan menghindari jeratan pidana pihak kepolisian." tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil