Pemerintah dinilai perlu melakukan evaluasi dan menelaah kembali kebijakan tentang cara menurunkan prevalensi merokok di Indonesia. Beragam strategi dapat diberdayakan agar dapat menekan laju pertumbuhan perokok.
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Tribowo Tuahta Ginting, menjelaskan pemerintah dapat menerapkan strategi preventif dalam mencegah bertambahnya angka perokok untuk mendorong efektivitas dari kebijakan rokok yang sudah ada saat ini.
“Saat ini tantangan di Indonesia adalah mengatasi masalah rokok dengan promosi preventif. Bisa dengan melakukan penyuluhan dan pendekatan personal untuk pencegahan,” ujarnya kepada wartawan.
Namun apabila sudah merokok, Tribowo melanjutkan, maka dapat dilakukan penanganan dengan cara kuratif dan rehabilitatif. Kuratif bisa secara farmakologi dan non-farmakologi. Untuk farmakologi perlu diperkenalkan dengan alternatif dan memperkuat non-farmakologi seperti konseling, psikoterapi, dan lainnya.
Akan tetapi, Menurut Tribowo, mendorong perokok untuk berhenti secara langsung tidaklah mudah. Sebab, efek yang ditimbulkan dari mengonsumsi rokok menciptakan adiksi.
"Efek yang timbul dari adiksi nikotin adalah efek menyenangkan. Dan, apabila seorang perokok mencoba berhenti secara langsung, maka akan menciptakan efek withdrawal,” ungkapnya.
Mengacu pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efek withdrawal adalah serangkaian gejala dengan tingkat keparahan yang terjadi pada penghentian atau pengurangan zat psikoaktif yang telah dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama dan dosis tinggi. Efek ini dapat disertai dengan tanda-tanda gangguan fisiologis dan psikologis.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: