Kekesalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap fenomena pungli dan suap yang meresahkan pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga memerintahkan Kapolri untuk memberangus praktik pungli suap tersebut memang sudah sepatutnya didukung oleh semua pihak.
Apalagi biaya logistik di Indonesia selama ini dikenal sangat tidak efisien yang berkisar antara 23-25 persen terhadap PDB.
Akibatnya, biaya logistik yang harus ditanggung dunia usaha pun makin membengkak dan pasti berdampak terhadap daya saing produk domestik baik di pasar dalam negeri dan apalagi pasar global. Ujungnya, biaya logistik yang memberatkan dunia usaha itu tentu juga berpengaruh terhadap minat investasi di Indonesia sehingga ambisi Pemerintah untuk menarik investasi sebanyak-banyak juga akan pupus akibat praktik-praktik pungli dan suap tersebut. Baca Juga: Apresiasi Penangkapan Pungli Pelabuhan, Aktivis Minta Polri Ungkap Perusahaan yang Terlibat
Persoalannya, publik juga harus jernih melihat kondisi sebenarnya di lapangan seperti apakah praktik suap dan pungli yang sebenarnya terjadi dan membebani pelaku usaha. Sebab jika ditelusuri pengakuan dari para pelaku usaha terutama penyedia jasa transportasi truk. Baca Juga: Don't Play-play, Mabes Kapolri Makin Serius Kejar Preman dan Sindikat Pungli
Biaya "tambahan" terbesar yang membebani ongkos logistik justru adalah Pungli yang terjadi di luar pelabuhan seperti pemalakan dan pencurian di tengah jalan sebelum memasuki wilayah pelabuhan.
Premanisme yang terjadi di jalanan seperti itu juga sudah semestinya menjadi atensi dari aparat penegak hukum sehingga bisa membantu meringankan beban bagi dunia usaha.
Selain itu, terkait viralnya beberapa potongan video di media sosial yang mengesankan terjadinya gangguan pelayanan bongkar muat di pelabuhan tanjung priok juga perlu disikapi dengan bijak. Sebab, perlu dipastikan terlebih dahulu apakah potongan video itu betul terjadi baru-baru ini setelah perintah Presiden Jokowi memberantas pungli di Pelabuhan Tanjung Priok ataukah justru video tersebut merupakan video lama yang kembali diunggah oleh orang-orang tidak bertanggungjawab hanya demi memanaskan situasi di lapangan.
Hal penting lainnya juga yang harus diungkap apakah fenomena yang terjadi adalah praktik pungli atau sebaliknya adalah aksi penyuapan terhadap oknum operator di pelabuhan.
Aksi suap bisa saja terjadi dilakukan untuk mendapatkan prioritas pelayanan sehingga justru merugikan sesama konsumen di pelabuhan. Jika yang terjadi adalah tindakan suap maka sudah barang tentu yang harus ditindak adalah bukan hanya oknum penerima uang tetapi juga pihak-pihak yang memberikan uang suap demi mendapatkan pelayanan prioritas.
Karenanya terkait hal ini perlu dibedakan antara pungli dan suap.
Bagaimanapun juga kita semua harus mendukung upaya pemberantasan praktik pungli dan bahkan suap dalam kegiatan logistik di tanah air. Terlebih lagi biaya terminal handling charges (THC) di pelabuhan memakan porsi cukup besar terhadap total biaya logistik hingga mencapai 30% yang terdiri dari biaya di pelabuhan asal maupun di pelabuhan tujuan.
Optimisme Pemerintah untuk memulihkan perekonomian nasional juga sangat dipengaruhi oleh perbaikan daya saing di sektor logistik dengan upaya menurunkan high cost economy.
Aparat keamanan harus mampu membongkar praktik pungli dan suap tersebut secara adil dan sistematis sehingga diharapkan tidak terjadi lagi sisa-sisa tradisi primitif yang merugikan masyarakat Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: