Soroti PPKM, Orang Gerindra Usul Ganti Koordinator dan Satgas Covid, Prabowo dan Mas Anies Cocok
Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Daruat mulai 3 Juli 2021 lalu, tidak ada penerapan mitigasi bencana.
Padahal, menurut dia PPKM Darurat, didahului mitigasi bencana yang disiapkan secara matang.
"Mitigasi bencana ini penting karena menjadi dasar pemerintah membuat kebijakan. Di dalam mitigasi ada pemetaan masalah yang benar. Termasuk cara mengatasi (antisipasi) yang disiapkan dari sisi infrastruktur dalam penanganan Covid-19 secara nasional," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/8/2021). Baca Juga: Elektabilitas PDIP Tertinggi, Gerindra dan Golkar Kuasa Tiga Besar
Lanjutnya, ia mengatakan dalam penanganan pandemi Covid-19, infrastruktur itu bisa berupa Rumah Sakit (RS) hingga peralatan lainnya, mulai dari tabung oksigen hingga obat-obatan yang dibutuhkan dalam penanganan pasien Covid-19. Baca Juga: Prabowo Subianto Diteriaki Penculik, Cak Nun Pasang Badan Langsung Gebrak Meja
"Buktinya ketika terjadi lonjakan kasus Covid-19 tanggal 3 Juli lalu, penerapan PPKM Darurat itu kurang siap. Bahkan perangkat negara kurang siap dalam analisa lonjakan kasus Covid-19. Ini semua karena tidak adanya mitigasi bencana itu," imbuh Alumnus Teknik Perkapalan ITS Surabaya ini.
Karena adanya sejumlah kegagalan dalam penerapan kebijakan PPKM Darurat itu, BHS mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkuat tim koordinator penanganan PPKM maupun Satgas Covid-19. BHS mengusulkan sejumlah nama agar masuk menjadi Koordinator pelaksana PPKM.
Pertama, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Alasannya Prabowo merupakan Menteri Pertahanan yang memang harusnya diserahi tanggung jawab untuk mempertahankan negara. Apalagi serangan Covid-19 ini berdampak pada Sumber Daya Manusia (SDM).
"Negara ini diserang Covid-19. Yang paling rentan diserang SDM-nya. Padahal, SDM ini tidak boleh rapuh karena dihancurkan 'peperangan' melawan Covid-19. Negara ini harus kuat dengan SDM yang kuat pula," jelas BHS.
Politisi Partai Gerindra ini menilai, persoalan utama (nomor satu) pertahanan adalah dengan cara mempertahankan SDM agar tetap dalam keadaan sehat.
"SDM itu nomor satu. Karena SDM aset terbesar dari pertahanan negara. Peralatan secanggih apapun, nggak bisa kalau tidak ada SDM-nya. Jadi aset manusia nomor satu," tegas Ketua Dewan Penasehat (Wanhat) Partai Gerindra Provinsi Jatim ini.
Kemudian lanjut BHS nama kedua yang diusulkan untuk masuk tim penanganan PPKM yakni Gubernur DKI Anies Baswedan. Hal itu karena BHS menilai Anies Baswedan berhasil menurunkan angka Covid-19 saat PPKM.
BHS menyebut, pada 3 Juli 2021 lalu, saat awal PPKM Darurat, angka Covid-19 di DKI Jakarta berjumlah 9.700 kasus, Jatim 1.400 kasus, DI Jogjakarta 1.358 kasus, Bali 272 kasus. Pada saat berakhirnya PPKM Darurat, seharusnya angka Covid-19 menurun. Namun yang turun hanya di DKI Jakarta saja hingga 80 persen menjadi 2.662 kasus. Sedangkan di daerah lainnya, malah naik. Misalnya Jatim naik 3.157 kasus, Jogja naik menjadi 2.662 kasus, Jateng naik ke 4.021 kasus dan Bali naik 1.078 kasus.
"Dampak PPKM Darurat ada daerah yang naik 100 persen seperti Jatim. Jateng naik 50 persen, Jogja naik 100 persen. Bali malah naik 500 persen. Jadi saya katakan PPKM Darurat itu tidak efektif. Ini perlu dievaluasi, kecuali Jakarta," urainya.
Selain itu, lanjut saat PPKM Darurat diakhiri dan diganti PPKM Level 4, tingkatan penyebaran Covid-19 semakin rendah. Hal itu karena masyarakat tidak stres dan bisa lebih leluasa. Hasilnya, Jakarta turun 50 persen lagi hingga menjadi 1410 kasus. Sedangkan Jatim turun 50 persen dan Jateng turun sedikit.
"Saya menilai PPKM level 4 jauh lebih bagus daripada PPKM Darurat yang katanya mobilitas masyarakat lebih ketat. Itu yang perlu dianalisa. Jadi jangan sampai kita buang-buang uang negara. Sangat disayangkan kalau kita tidak ada evaluasi. Makanya perlu melibatkan Anies Baswedan," ungkapnya.
Bagi BHS, selain Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, tim koordinator PPKM ini tentu bisa melibatkan dua mantan Menteri Kesehatan. Yakni dr Terawan yang sudah menemukan vaksin Nusantara dan dr Siti Fadilah Supari yang pernah menggagalkan flu burung menjadi pandemi di Indonesia waktu itu.
"Mereka sengaja dilibatkan karena punya konsep yang bagus dalam penanganan. Nama-nama itu bisa menguatkan tim untuk penanganan Covid-19 di Indonesia," pintahnya.
Tidak hanya itu, BHS juga menyoroti kebijakan tes PCR sebagai syarat naik transportasi publik. Hal itu berlaku meski warga telah divaksinasi. Kebijakan ini bisa dijadikan alasan ketidakpercayaan pemerintah terhadap vaksin yang diberikan ke masyarakat.
"Mestinya kebijakan itu salah satu saja, tes PCR atau divaksin. Apalagi, sejumlah negara besar seperti Australia, Jepang, Amerika, Itali, Korea Selatan dan Yunani termasuk Jerman sudah tidak mewajibkan warganya memakai masker karena sudah diberi vaksin yang ampuh," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil