Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Seberapa Besar Dampak Tapering Off The Fed bagi Indonesia?

Seberapa Besar Dampak Tapering Off The Fed bagi Indonesia? Kredit Foto: BI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserves (The Fed) akhir 2021 nanti akan menjadi pembicaraan hangat. Kebijakan tersebut lantas mendapat perhatian dari banyak pihak, terutama investor yang khawatir dengan potensi dampak yang ditimbulkan terhadap pasar.

Tapering off adalah pengurangan stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan dana likuiditas. Hal ini dilakukan The Fed dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).

Baca Juga: Tapering Off The Fed Dikhawatirkan Terjadi Lebih Awal, Begini Tanggapan Ekonom

Pada umumnya, indikator pengukur kapan tapering off dilaksanakan adalah ketika inflasi mengalami keseimbangan, tingkat pengangguran menuju normal, hingga pemulihan tingkat kredit atau pinjaman yang menandakan ekonomi mulai aktif kembali.

Di Agustus 2021 kemarin, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di kisaran 0-0,25% dalam rapat Federal Open Market Committee. Namun, Ketua The Fed, Jerome Powell, sudah mengisyaratkan mulai mempertimbangkan untuk melakukan tapering off atau pengurangan stimulus besar–besaran di tahun ini. Meskipun demikian, Powell juga memperingatkan bahwa mulainya tapering pembelian asset tidak dapat diinterpretasikan sebagai sinyal segera menyusulnya kenaikan suku bunga.

Awalnya, para pengamat ekonomi AS pun memperkirakan kebijakan tapering off kemungkinan akan terjadi paling cepat pada 21–22 September. Namun, kini mereka memperkirakan kebijakan ini akan mulai dilakukan pada November atau Desember 2021 karena ketidakpastian yang ditimbulkan virus Covid-19 varian Delta dan masih tingginya tingkat pengangguran di Amerika Serikat.

"Ini membuat The Fed dalam mode wait and see pada rapat perumusan kebijakan mereka di September. Jangka waktu ini bisa saja lebih lama dari yang diperkirakan banyak orang, tergantung dampak varian Delta dan pencapaian vaksinasi," ungkap Diane Swonk, Kepala Ekonom Grant Thornton LLP, dikutip dari siaran pers tertulisnya, Kamis (23/9/2021).

Dampaknya bagi Pasar Indonesia

Tidak dapat dimungkiri, tapering off yang pernah dilakukan The Fed tahun 2013 lalu terbukti memicu taper tantrum, yaitu sebuah keadaan gejolak pasar keuangan ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneternya. Investasi asing yang saat itu mendominasi pasar modal Indonesia pun menarik uang mereka dan memutuskan untuk menaruh dana di pasar modal Amerika Serikat karena dianggap lebih menarik.

Efeknya, rupiah yang sempat berada di bawah Rp10 ribu per dolar AS anjlok hingga ke level Rp12.000 per dolar AS diikuti jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 4.200 di akhir 2013 dari sebelumnya yang berada di level 5.200. Efek kebijakan tersebut bahkan berdampak panjang pada tren pelemahan rupiah hingga melewati 14.000 per dolar di 2015.

Bagaimana dengan risiko yang dihadapi Indonesia tahun ini? Dalam riset yang dipublikasikan oleh Nomura Research Institute, sebuah lembaga riset ekonomi terbesar di Jepang, Indonesia masuk ke daftar 10 negara rentan (fragile 10) terdampak bersama Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hongaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan, dan Filipina jika tapering off dilakukan. Sebelumnya, Nomura juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar 5 negara berkembang rentan selama taper tantrum di 2013 bersama Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki.

Nomura menyebut, penyebab rentannya 10 negara tersebut adalah kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang lemah, inflasi yang meningkat, dan berkurangnya kekuatan fiskal. Situasi di negara–negara berkembang di mana inflasi lebih tinggi daripada suku bunga juga menjadi sumber kerentanan.

Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, cukup optimis dampak tapering off The Fed tidak akan sebesar taper tantrum pada tahun 2013 baik untuk pasar global, emerging market, bahkan Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada beberapa poin termasuk komunikasi The Fed yang sangat terbuka terkait kerangka kerja dan kebijakan sehingga Indonesia lebih mudah memahami pola kerja The Fed ke depannya. Dari sisi internal BI sendiri, telah ada kebijakan yang matang dalam mengelola risiko tapering off baik kepada nilai tukar rupiah maupun pergerakan arus modal asing. Selain itu, BI juga memiliki bantalan cukup besar berupa cadangan devisa yang hingga akhir Juli 2021 berada di posisi US$137,4 miliar sehingga dianggap cukup untuk melakukan stabilisasi di tengah risiko tapering off.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: