Uji Lab Temukan Banyak Mikroplastik di Air Kemasan Galon PET Sekali Pakai
Hasil pengujian mikroskopis terhadap galon sekali pakai kemasan plastik PET oleh Laboratorium kimia anorganik Universitas Indonesia bersama Greenpeace terhadap sampel galon sekali pakai yang beredar di kawasan Jabodetabek, serta analisa terhadap sumber mata air memperlihatkan banyaknya kandungan mikroplastik dalam air galon kemasan sekali pakai.
"Galon sekali pakai dipilih sebagai objek penelitian, karena belum terdapat penelitian terdahulu yang spesifik merespons penggunaan galon sekali pakai,” ujar Dr. rer.nat., Agustino Zulys, M.Sc. dari Universitas Indonesia dalam acara jumpa pers Peluncuran Laporan Hasil Kerja Sama Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Indonesia – Greenpeace Indonesia “Ancaman Kontaminasi Mikroplastik dalam Galon Sekali Pakai” yang dilakukan secara online, Kamis (23/9).
Dia memaparkan sejumlah fakta hasil penelitian menunjukkan kandungan mikroplastik dalam sampel galon sekali pakai ukuran 15 liter ditemukan sebanyak 85 juta partikel per liter atau setara dengan berat 0,2 mg/liter.
Sementara kandungan mikroplastik dalam galon sekali pakai ukuran 6 liter sebanyak 95 juta partikel/liter atau setara dengan berat 5 mg/liter.
Menurutnya, jenis mikroplastik yang ditemukan merupakan jenis plastik yang sama digunakan pada kemasan galon sekali pakai, yakni PET.
"Analisis karakterisasi terhadap mikroplastik yang terkandung dalam sampel menunjukkan bahwa mayoritas bentuk partikel mikroplastik adalah fragmen, dengan ukuran yang berkisar antara 2,44 hingga 63,65 ?m,” katanya.
Hasil analisa terhadap sumber mata air yakni mata air Sentul dan Situ Gunung juga menemukan sampel air yang diambil dari sumber-sumber ini semuanya mengandung mikroplastik juga dengan ukuran berkisar antara 3,20 ?m hingga 66,56 ?m.
"Akan tetapi, kandungan mikroplastik dalam sumber mata air lebih sedikit dibandingkan dalam AMDK. Artinya, keberadaan mikroplastik dalam AMDK galon sekali pakai dapat berasal dari degradasi plastik kemasan itu sendiri,” tuturnya.
Dia mengatakan meskipun temuan mikroplastik dalam sampel memang tidak melebihi batas aman yang diberikan oleh WHO, namun, bila dikonsumsi dalam jangka panjang bisa berpotensi berisiko tinggi bagi kesehatan manusia.
Karenanya, penelitian ini juga mengestimasi paparan harian mikroplastik AMDK galon sekali pakai pada tubuh manusia dengan cara memberikan kuesioner terhadap 38 responden di wilayah Jabodetabek yang mengkonsumsi galon sekali pakai yang sampelnya diuji.
Hasilnya, data konsentrasi mikroplastik per liter AMDK dan data konsumsi masyarakat per hari dapat dihitung. Di mana, paparan harian mikroplastik dari sampel galon sekali pakai ukuran 6 liter sebesar 9,450 mg/hari dan dari sampel galon sekali pakai 15 liter sebesar 0,378 mg/hari.
Karenanya, dia merekomendasikan agar produsen galon sekali pakai harus bertanggungjawab untuk memantau dampak penggunaan kemasan plastik terhadap kualitas air minum yang dipasarkan kepada masyarakat.
Selain itu, dia juga meminta agar produsen galon sekali pakai harus menunjukkan komitmen serius terhadap regulasi pengurangan sampah plastik nasional.
“Pemerintah juga perlu bersikap tegas dalam menerapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan perusahaan dalam pencapaikan target pengurangan sampah plasti nasional,” ucapnya.
Dokter spesialis saraf, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S, dalam acara yang sama menyampaikan belum ada satu penelitian pun yang menjelaskan dampak positif mikroplastik untuk kesehatan.
Yang ada itu, katanya, kekhawatiran terhadap dampak negatif dari mikroplastik. Karenanya, dia berharap diperlukan revisi kebijakan terkait batas aman dari mikroplastik ini bagi kesehatan manusia.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo Karbyanto, menyarankan agar temuan ini disampaikan kepada pembuat kebijakan terkait, yaitu Kemenkes dan BPOM untuk memperketat batas aman dari kandungan mikroplastik dalam galon sekali pakai ini.
Bila mengacu pada data Badan Pusat Statistik tahun 2016, sekitar 31% masyarakat Indonesia menjadikan AMDK sebagai sumber konsumsi air minumnya, dan angka tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan sumber air lainnya.
Tingkat ketergantungan yang tinggi ini berpeluang menimbulkan dampak berbahaya bagi kesehatan seperti kerusakan jaringan dan risiko kanker, bila produsen AMDK tidak memperhatikan kemasan produknya.
“Metode pengiriman alternatif harus menjadi pilihan utama bagi produsen. Karena, jelas plastik sekali pakai berpeluang mengancam kesehatan dan menambah beban lingkungan karena daya tampung Tempat Pemrosesan Akhir di banyak lokasi sudah melebihi ambang batas, serta masih sedikit produsen yang mempublikasikan Peta Jalan Pengurangan Sampah seperti yang telah diregulasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Afifah Rahmi Andini dari Greenpeace Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: