Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perdebatan Asul-usul Covid-19 Memicu Konsumsi Satwa Liar di Asia Tenggara

Perdebatan Asul-usul Covid-19 Memicu Konsumsi Satwa Liar di Asia Tenggara Kredit Foto: Yicai Global

Diskon harga produk satwa liar

Para ahli mengatakan stok produk satwa liar, baik legal maupun ilegal, menumpuk karena pembatasan terkait Covid antara perbatasan negara-negara pasar seperti China, Vietnam, dan Laos.

Negara-negara ini telah menjadi hotspot perdagangan satwa liar ilegal selama bertahun-tahun hingga kini.

Baca Juga: OIE Temukan 500 Kasus Lebih Infeksi Covid-19 pada Hewan | Infografis

"Dalam keputusasaan, mereka untuk melepas stok [yang menumpuk], beberapa pedagang bersedia menawarkan diskon [untuk produk ilegal]," kata Wildlife Justice Commission (WJC), sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang bekerja melawan kejahatan satwa liar transnasional, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2020.

Penyelidik dari organisasi itu mengatakan penimbunan terus berlanjut tahun ini juga karena pembatasan lintas batas antar negara di kawasan Asia Tenggara.

"Harga anjlok lagi karena pedagang enggan untuk menyimpan sejumlah besar produk yang berisiko dideteksi lebih mudah [oleh pihak berwenang] dan seringkali hukuman yang jauh lebih berat," ujar Sarah Stoner, penyelidik senuor WJC.

Organisasi itu mengatakan penyelidikan yang dilakukan mereka, berujung pada penyitaan lebih dari 7.000 kilogram sisik trenggiling dan hampir 900 kilogram gading gajah oleh pihak berwenang Nigeria, Juli lalu.

Produk satwa liar itu tadinya akan diekspor dari Lagos ke Asia Tenggara.

Merujuk pada laporan Traffic yang diterbitkan tahun in, hampir 78.000 bagian dan produk satwa liar ilegal dijual di lebih dari 1.000 gerai di kota-kota besar dan kecil di lima negara di wilayah Mekong bagian bawah, seperti Kamboja, Laos, Vietnam, Myanmar dan Thailand pada periode 2019 hingga 2020.

"Bagian dan produk dari beragam spesies ditemukan ... termasuk beruang, kucing besar, rangkong, trenggiling, badak, dan kambing hutan, tetapi gading gajah adalah yang paling menonjol."

Perdagangan harimau ilegal di Vietnam

Bulan lalu, polisi di Vietnam menyita 17 harimau yang dipelihara secara ilegal di bawah tanah sebuah rumah di Provinsi Nghe An.

Beberapa hari sebelumnya, tujuh anak harimau ditemukan oleh polisi ketika mereka memberhentikan sebuah kendaraan di provinsi yang sama, yang datang dari Provinsi Ha Tinh.

Para pegiat satwa liar di Vietnam menyebut itu sebagai bukti bahwa perdagangan satwa liar tetap terjadi kendati ada pandemi.

Mereka khawatir penyitaan baru-baru ini dapat mendorong pedagang satwa liar ilegal membantai harimau atau satwa liar lainnya, seperti beruang di penangkaran, mendinginkannya untuk menghindari penangkapan dan kemudian mencoba menjualnya di dalam negeri.

"Sebelum [pandemi], mereka biasa menyelundupkan hewan hidup dan sekarang mereka tidak bisa karena pembatasan perbatasan, jadi mereka pasti akan mencoba melayani pembeli di dalam negeri," kata Nguyen Van Thai, direktur Save Vietnam's Wildlife, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pemberantasan perdagangan satwa liar ilegal.

"Dan dalam semua ini, kebingungan tentang asal usul Covid-19 tidak membantu. Mereka yang ingin mengonsumsi produk seperti itu sekarang tidak terlalu khawatir tentang satwa liar sebagai risiko infeksi virus."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: