Pemerintah Indonesia menargetkan pembangunan Generasi Indonesia Emas 2045 agar Indonesia dapat termasuk ke dalam kelompok negara maju.
Hal ini mensyaratkan manusia Indonesia yang sehat dan berkualitas sehingga pemenuhan gizi pada anak menjadi hal yang utama. Pemenuhan gizi anak, khususnya di masa pandemi, dianggap masih membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk dalam aspek edukasi gizi.
Kesimpulan tersebut mengemuka dari para pembicara dalam serial webinar: Kelas Jurnalis Gizi dan Anak yang diadakan oleh Tempo Institute (9/9/2021). Webinar tersebut mengundang narasumber yang merupakan pakar di bidang gizi, regulator dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta perwakilan industri.
Qaris Tajudin, Direktur Tempo Institute, mengatakan bahwa permasalahan kesehatan, termasuk gizi, merupakan isu yang kompleks dan memerlukan dukungan berbagai pihak. Media berperan untuk menyampaikan informasi dan edukasi yang tepat dan berimbang kepada masyarakat mengenai pemenuhan kebutuhan gizi yang sesuai bagi anak Indonesia.
“Pemahaman mengenai isu kesehatan, termasuk gizi, memerlukan keahlian khusus dari para ahli kesehatan. Peran media adalah memberikan edukasi yang mudah dimengerti bagi bagi masyarakat supaya kebutuhan gizi bangsa dapat terpenuhi,” ungkap Qaris.
Tidak hanya media, industri pun memiliki peranan dalam pemenuhan nutrisi bangsa. Hal ini juga menjadi salah satu komitmen utama dari Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA) sebagaimana dijelaskan Ketua Umum APPNIA, Vera Galuh Sugijanto.
“Visi dan misi APPNIA sendiri adalah untuk bisa membantu peningkatan status gizi masyarakat khususnya ibu dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan melalui layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi dan berkualitas dengan tetap mendukung program pemerintah dalam hal pemberian ASI eksklusif melalui berbagai kebijakan, mengedepankan etika bisnis, dan program-program yang dilakukan oleh perusahaan anggota APPNIA,” tutur Vera.
Terkait beragam produk nutrisi yang ada di pasaran, perwakilan BPOM menekankan bahwa ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. Namun demikian, terdapat kondisi medis tertentu di mana bayi memerlukan nutrisi tambahan atau produk substitusi.
Berbagai kategori produk ini pun telah diatur ketat oleh BPOM dan terbagi menjadi Formula Bayi untuk usia 0 – 6 bulan, Formula Lanjutan untuk usia 6 – 12 bulan dan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus. Namun ketiga produk tersebut tidak boleh diiklankan di media massa.
Perlu dicatat, bahwa saat sudah berusia 6 bulan, bayi harus diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Selain itu, kategori produk nutrisi lain yang diatur secara ketat adalah Formula Pertumbuhan untuk anak usia 1 tahun ke atas.
Beliau juga menekankan bahwa diperlukan edukasi ke masyarakat mengenai penggunaan produk nutrisi yang benar. Masyarakat harus dapat membaca kandungan nutrisi produk sesuai label, serta harus sesuai kebutuhan dan kondisi bayi dan anak.
Di samping upaya pemberian nutrisi yang sesuai bagi anak, pemerintah juga saat ini terus meningkatkan upaya penurunan angka stunting. Hal Ini sangat penting mengingat kondisi stunting sangat berkaitan dengan penurunan tingkat kecerdasan manusia Indonesia di masa mendatang.
Pada bulan Agustus yang lalu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Suprapto, mengatakan Perpres Percepatan Penurunan Stunting mengedepankan kembali komitmen Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa sebagai kunci keberhasilan dalam percepatan penurunan stunting. Kolaborasi dan koordinasi di Pusat, provinsi, kabupaten/kota dan desa sangat diperlukan.
“Dalam Penyelenggaraan percepatan Penurunan Stunting, di masing-masing daerah akan dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting yang diketuai oleh Pimpinan Daerah masing-masing. Ditekankan juga dalam Perpres bahwa intervensi yang dilakukan oleh K/L, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/kota dilakukan secara konvergen dan terintegrasi,” tambah Agus.
Agus juga mengharapkan dukungan semua pihak dan saling bersinergi dalam pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan untuk percepatan pencegahan stunting.
Spesialis Gizi Anak dari Universitas Indonesia, Damayanti Sjarif, mengatakan bahwa stunting merupakan suatu kondisi perawakan pendek, dimana penyebabnya adalah kekurangan gizi kronik. Selain mempengaruhi bentik fisik, stunting juga berpengaruh pada pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan anak.
“Untuk mengatasi stunting, pencegahan lebih baik dari pengobatan, berikanlah ASI dan makanan pendamping ASI yang benar yang mengandung cukup protein hewani serta melakukan pemantauan secara berkala,” tambah Damayanti.
Webinar: Kelas Jurnalis Gizi dan Anak diadakan untuk memperkuat pemahaman rekan-rekan media terkait upaya pemenuhan nutrisi di Indonesia untuk mencapai visi Generasi Emas 2045. Generasi Emas 2045 sendiri akan menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan maju di tahun 2045.
Untuk itu dibutuhkan generasi masa datang yang sehat dengan kemampuan intelegensi yang kuat, dan hal ini membutuhkan asupan nutrisi yang baik dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Di sisi lain, diperlukan juga pengetahuan mengenai kategorisasi susu dan MP-ASI sebagai salah satu sumber gizi untuk mendukung tumbuh kembang anak di setiap tahapan usia. Memperluas informasi tentang manfaat susu sebagai bentuk intervensi dari berbagai permasalahan nutrisi.
Disamping itu juga memperkuat pemahaman rekan-rekan media tentang regulasi terkait kategorisasi susu dan MP-ASI untuk bayi/anak, dan juga perkembangan terkini secara umum di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: