Selain itu, lanjutnya, sejauh ini juga belum ada arahan untuk mengeluarkan POJK terkait kebijakan sinergi asuransi syariah dengan perusahaan induk konvensional. Namun, jika hal tersebut bisa menjadi wacana dan juga dilakukan oleh industri lainnya, barangkali bisa didiskusikan dan dikaji lebih lanjut.
”Berbagai macam jalan bisa kita lakukan (untuk kewajiban spin off asuransi syariah) selagi masih dalam koridor aturan dan ketentuan yang kita sepakati. OJK juga tidak akan menyusahkan perusahaan. Kami juga menerima input terkait kesulitan-kesulitan yang dialami oleh perusahaan. Kami juga memikirkan solusi untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu.
Perusahan dipersilakan mengirimkan surat ke OJK, nanti akan kami review. Saat ini OJK juga tengah dalam pembahasan merancang RPOJK lebih lanjut terkait spin off, dengan harapan bisa lebih jelas lagi, termasuk yang terkait dengan share service untuk perusahaan asuransi syariah yang baru,” ungkap Kris Ibnu Roosmawati.
Hadir menjadi pembicara kedua pada kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman yang juga pernah “membidani” lahirnya sebuah perusahaan Asuransi syariah, hasil spin off dari salah satu perusahaan asuransi BUMN.
Erwin menjelaskan bahwa pada tahun 2018 lalu, AASI telah menggelar workshop terkait proses spin off bagi para perusahaan asuransi yang memiliki unit syariah. Workshop tersebut, lanjut Erwin, menghasilkan format standar dan simulasi financial modelling dalam rangka memberikan gambaran kepada anggota AASI yang akan melakukan spin off. Imbasnya, ada yang langsung melakukan kajian di tahun 2018, ada yang di tahun 2019 dan ada pula di tahun 2020.
Di tahun 2021, lanjut Erwin, apapun pilihan bentuk pemisahan yang akan dilakukan, 44 unit syariah tersebut harus membentuk tim khusus pelaksana pemisahan unit syariah, karena pada Bulan Oktober 2023 merupakan batas waktu pengalihan portofolio unit syariah kepada perusahaan asuransi syariah yang lain, kalau memang melakukan pengalihan portofolio.
”Yang perlu diperhatikan adalah, apapun pilihan yang diambil untuk pelaksanaan kewajiban spin off, perusahaan itu harus melakukan pengalihan portofolio atas izin OJK dengan tidak mengurangi hak-hak pemegang polis. Di sini juga peran Komisaris Independen dibutuhkan untuk menyuarakan kebutuhan pemegang polis. Kemudian yang juga mesti diperhatikan dalam pengalihan portofolio ini adalah harus sesuai dengan kaidah syariah,” ungkapnya.
Erwin juga menambahkan bahwa ada beberapa alasan unit syariah perusahaan asuransi mendirikan perusahaan baru, diantaranya: Pertama, adanya komitmen dan keyakinan untuk mengembangkan bisnis syariah. Kedua, fokus untuk mengembangkan bisnis tertentu. Ketiga, kesediaan sebagai penampung portofolio bisnis syariah dari perusahaan lain. Keempat, opportunities yang masih terbuka lebar untuk industri asuransi syariah. Dan yang kelima adalah alasan untuk mematuhi peraturan yang ada.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq