Ternyata, paparan zat kimia bisa menyebabkan penis laki-laki menyusut. Hal ini diungkapkan seorang Ahli Epidemiologi dan Lingkungan terkemuka, Dr Shanna Swan.
Dilansir dari euronews, Jumat (5/11), Swan belum lama ini menerbitkan sebuah buku terkait hubungan antara kimia industri dan panjang penis. Dalam bukunya berjudul 'Count Down', ia menyebutkan bahwa dunia modern telah mengubh perkembangan reproduksi manusia. Bahkan, mengancam masa depan manusia.
Baca Juga: Wah Jarang Diketahui Nih… Tanaman Mimba Ternyata Punya Manfaat untuk Masalah Diabetes
Buku ini menguraikan bagaimana polusi menyebabkan tingkat disfungsi ereksi yang lebih tinggi, penurunan kesuburan, dan meningkatnya jumlah bayi yang lahir dengan penis kecil. Meskipun fakta utama tentang penyusutan penis ini mungkin terdengar seperti bahan tertawaan, tetapi penelitian ini melukiskan potret suram dan kemampuan manusia untuk bertahan hidup.
"Di beberapa bagian dunia, rata-rata usia 20-an, manusia menjadi kurang subur dibandingkan neneknya dulu pada usia 35 tahun," tulis Swan.
“Bahan kimia di lingkungan kita dan praktik gaya hidup tidak sehat di dunia modern mengganggu keseimbangan hormon tubuh yang menyebabkan berbagai tingkat kerusakan reproduksi,” tulis dia lebih lanjut.
Ia juga menyebutkan di dalam bukunya bahwa situasi ini sebagai krisis eksistensial global. Manusia memenuhi tiga dari lima kriteria yang menjadi tolak ukur untuk menentukan suatu spesies terancam punah atau tidak.
Baca Juga: Waduh! Penderita Diabetes Makan Cilok, Memangnya Boleh? Ternyata Cilok…
Menurut penelitiannya, gangguan ini disebabkan oleh ftalat, bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan plastik. Ftalat dapat memengaruhi produksi hormon endokrin.
Kelompok bahan kimia ini digunakan untuk membantu meningkatkan kelenturan suatu zat. Bahan kimia ini dapat ditemukan di mainan, kemasan makanan, deterjen, kosmetik, dan banyak produk lainnya. Swan percaya bahwa zat-zat ini secara radikal merusak perkembangan manusia.
"Saat ini, bayi sudah memasuki dunia yang sudah terkontaminasi bahan kimia karena zat yang mereka serap di dalam rahim," kata dia.
Sejak tahun 2000-an, Swan sudah menulis makalah tentang bagaimana flatat dapat berpindah antara orang tua dan anak. Dampaknya pada hasrat seksual perempuan, dan yang terbaru berpengaruh pada panjang penis.
Salah satu penelitiannya yang paling terkenal adalah meneliti persimpangan antara jumlah sperma dan polusi pada 2017. Dalam penelitian inovatif itu, ia mengamati kesuburan pria selama empat dekade terakhir. Setelah mempelajari 185 penelitian yang melibatkan hampir 45 ribu lelaki sehat, Swan dan timnya menyimpulkan bahwa jumlah sperma di antara pria di negara-negara Barat telah turun 59 persen antara tahun 1973 dan 2011.
Namun, di balik ini semua, tetap ada kabar baik. Sejak pembentukan Eropean Environment Agency, paparan polusi partikulat terhadap warga Eropa turun menjadi 41 persen daripada dua dekade lalu. Hal ini diyakini bahwa peraturan yang ada saat ini telah memberi warga Eropa rata-rata tambahan harapan hidup sembilan bulan.
Jadi, jika langkah-langkah pengurangan polusi dapat dilaksanakan dengan baik, masih ada harapan untuk masa depan dan kesuburan umat manusia.
Baca Juga: Penderita Diabetes Masih Mau Makan Nasi Putih? Tenang! Anda Bisa Makan dengan Porsi…
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: