- Home
- /
- News
- /
- Megapolitan
Orang PDIP Sebut Anies dan Wakilnya Aktif Lakukan KKN, Buktinya Dibuka Terang Benderang!
Politisi PDI Perjuangan Gilbert Simanjuntak mengaku Gubernur Anies Baswedan dan Wakilnya Ahmad Riza Patria (Ariza) aktif melakukan praktik Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Anggota Komisi B Parlemen Kebon Sirih itu mengatakan, praktik KKN yang dilakukan Anies Baswedan dan wakilnya itu, terkonfirmasi dari sejumlah penyaluran dana hibah pada input komponen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2022.
Dimana sejumlah pos anggaran dana hibah itu diglomtarlan untuk yayasan yang dikelola oleh keluarga dan kenalan Anies dan Ariza.
Baca Juga: Analisis Pengamat Politik Soal Anies Baswedan dan Formula E: Pertaruhan Akhir Sang Gubernur
"Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur sebelumnya menjauhi KKN dan pro rakyat maka Gubernur Anies dan Wakilnya menunjukkan dan melakukan secara aktif KKN," kata Gilbert kepada Populis.id Jumat (26/11/2021).
Gilbert merinci, Anies Baswedan menggelontorkan Rp63 Miliar untuk Fery Farhati yang adalah istrinya sendiri sebagai bunda PAUD. Lalu mereka juga memberikan anggaran sebesar Rp480 juta Yayasan Pondok Karya Pembangunan (PKP) milik ayah Ariza. Serta Rp900 juta untuk Yayasan Bunda Pintar Indonesia (BPI) milik wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani.
"Lalu muncullah pasukan siber sebagai bentuk umpan balik yang berbau KKN, dan pembelaan lainnya kepada program Gubernur-Wakil Gubernur tanpa memperdulikan kepentingan masyarakat," tegas Gilbert.
Legislator yang juga Epidemiolog itu menegaskan, dana hibah adalah milik masyarakat DKI Jakarta,maka penggunaanya mesti untuk kepentingan seluruh rakyat Ibu Kota, bukan untuk segelintir orang atau kelompok tertentu saja.
"Dana hibah tersebut sesungguhnya milik rakyat yang harusnya diprioritaskan untuk kepentingan rakyat. Bentuk KKN tidak selalu berada di ruang hitam putih, sering berada di ruang abu-abu yang hanya dirasakan oleh mereka yang memiliki hati yang bening," ujarnya.
"Di sini yang berbicara adalah kepatutan, dan kepantasan. Dalam perguruan tinggi, seorang dosen sangat menghindari yang namanya moral hazard, dan batasannya adalah kesadaran," katanya menambahkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti