Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Bandingkan Habib Bahar dengan Ahok, Singgung Agenda Kapolri Listyo

Pakar Bandingkan Habib Bahar dengan Ahok, Singgung Agenda Kapolri Listyo Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus baru Bahar bin Smith (BBS) atau Habib Bahar yang baru dinaikkan ke tahap penyidikan oleh Polda Jabar. Penyidik juga telah menyerahkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada Habib Bahar di kediamannya, Bogor pada Selasa (28/12).

Dalam analisisnya, Reza membandingkan perlakuan hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Habib Bahar yang sama-sama mantan narapidana. "Ahok adalah mantan narapidana. Habib BBS juga pernah masuk penjara. Setelah masa hukumannya berakhir, Ahok diasumsikan 'bersih' sehingga dia diperlakukan sebagaimana warga negara lainnya yang tidak pernah berurusan dengan hukum," ucap Reza, melansir JPNN.com, Kamis (30/12).

Baca Juga: Habib Bahar Dikunjungi Polda Jabar, Ruhut Sitompul Mengadu ke Presiden Jokowi: Pak Joko Widodo....

Reza mengatakan kalau mau konsekuen dan non-diskriminatif dengan asumsi sedemikian rupa, maka Habib Bahar pun sudah sepatutnya disikapi secara sama. "Toh, masa pemidanaan Habib BBS juga sudah selesai," ucap pria yang pernah menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK/PTIK) itu.

Namun, Reza mengajak publik maupun penegak hukum melihat kasus Habib Bahar secara lebih substantif, sekaligus lebih berempati. Dia menuturkan dari kacamata pidana, boleh jadi Habib Bahar termasuk dalam kategori individu berisiko.

Menurut Reza Indragiri, anggaplah tidak sedikit kalangan yang memandang Habib Bahar sebagai sosok idealis yang mengartikulasikan sikapnya dengan cara yang frontal bahkan keras. Namun, katanya, andaikan dilakukan risk assessment, sikap Habib Bahar itu boleh jadi menjadikannya sebagai orang yang potensial berulang kali berhadapan dengan hukum.

Terhadap individu semacam itu, Reza berpendapat otoritas penegakan hukum bisa saja menerapkan langkah super-represif. Akan tetapi, dalam situasi sekarang, langkah sedemikian rupa dikhawatirkan malah akan menambah ketegangan di masyarakat.

"Opsi lain, kepolisian bisa mengambil prakarsa yang, katakanlah, lebih dari hati ke hati. Kerja dari hati ke hati dalam menyikapi Habib BBS memiliki dua pembenaran," ujar sarjana psikologi dari UGM Yogyakarta itu.

Dua pembenaran yang dimaksud Reza, pertama, pendekatan soft oleh Polda Jabar sebenarnya selaras dengan agenda ketujuh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yakni problem solving dan restorative justice. "Pendekatan ini sangat tepat diimplementasikan, antara lain, pada situasi atau individu yang berisiko melakukan pengulangan pidana," ucap penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu.

Reza memandang, kesesuaian antara karakteristik Habib Bahar dengan problem solving dan restorative justice itulah yang tampaknya dipelajari dan dilakukan Polda Jabar terhadap pendiri Majelis Pembela Rasulullah itu.

"Saya mengartikan pertemuan itu sebagai kerja yang berfokus pada titik paling hulu pengendalian situasi rawan, yaitu dimensi preemtif," tutur pria kelahiran Indragiri Hulu, Riau itu.

Dia juga menilai dieksposnya momen silaturahmi atau pertemuan penyidik Polda Jabar dengan Habib Bahar itu ke publik, makin memperlihatkan betapa Polri dalam hal ini Polda Jabar transparan dalam melaksanakan kerjanya. Sekaligus, Reza berharap momentum tersebut dapat berdampak positif terhadap kelompok-kelompok masyarakat secara lebih luas.

Pembenaran kedua, sowan antara aparat negara dan Habib Bahar juga dapat dirasionalisasikan sebagai implementasi pemasyarakatan sebagai filosofi penghukuman di Indonesia. Lebih spesifik, kata Reza, kunjungan seperti yang dilakukan Polda Jabar ke kediaman Habib Bahar, menyerupai program diversi berupa civil citation program ataupun caution and warning program.

Dalam kasus ini, Reza menilai polisi bekerja menunjukkan kewenangannya. Namun, alih-alih langsung represif, hukum justru dihadirkan polisi dengan paras yang lebih humanis sekaligus progresif.

"Progresif dalam pengertian polisi menerapkan cara yang melampaui persepsi sebagian kalangan agar Habib Bahar dikenakan perlakuan berat," ujar Reza Indragiri Amriel.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: