Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nggak Perlu Kaget! Heru Hidayat Lolos dari Hukuman Mati, Ini Penjelasan Ahli Hukum Pidana

Nggak Perlu Kaget! Heru Hidayat Lolos dari Hukuman Mati, Ini Penjelasan Ahli Hukum Pidana Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga

"Karena Heru Hidayat sudah divonis putusan penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, maka jika yang bersangkutan divonis bersalah lagi dalam kasus Asabri dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, maka putusan dalam kasus Asabri akan nol," ujar Petrus kepada wartawan.

Menurut Petrus, Indonesia tidak mengenal pidana penjara kumulatif seperti di Amerika Serikat yang memungkinkan orang bisa dipenjara sampai ratusan tahun. Pidana penjara tertinggi di Indonesia, kata dia, adalah seumur hidup. Jika bukan seumur, maka pidana penjara terberatnya adalah penjara tertinggi ditambah sepertiga-nya.  

"Karena penjara seumur hidup merupakan pidana penjara tertinggi dan Indonesia tidak mengenal pidana penjara kumulatif seperti di AS," ujar Petrus

Hakim Konsisten

Senada, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno juga menyatakan putusan terhadap Heru Hidayat di kasus Asabri adalah pidana blanko, yang artinya pidana penjaranya nol alias nihil. Heru sebelumnya sudah dijatuhi pidana penjara seumur hidup di kasus korupsi dan pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya.

Nur menjelaskan pidana penjara seumur hidup merupakan pidana penjara maksimun yang berlaku di Indonesia. Artinya, sepanjang hidupnya, terpidana tersebut berada di dalam penjara. Jika dalam suatu kasus, terpidana seperti Heru Hidayat sudah divonis pidana penjara seumur hidup, maka dalam kasus-kasus lain di mana yang bersangkutan terbukti bersalah, tidak bisa lagi dijatuhi hukuman penjara.
 
"Karena apa? Karena Indonesia tidak menerapkan pemidanaan penjara komulatif seperti di Amerika Serikat, di mana terdakwa bisa divonis pidana penjara 500 tahun. Di Indonesia, paling pidana penjara terberat adalah pidana penjara tertinggi ditambah sepertiganya. Tetapi kalau sudah pidana penjara seumur hidup, maka pidana terberat tidak berlaku lagi karena itu yang sudah yang paling berat, selama hidupnya berada di penjara," terang Nur. 

Lebih lanjut, Nur menilai majelis hakim konsisten menjatuhkan hukuman terhadap Heru Hidayat sesuai dengan surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dan fakta persidangan. Karenanya, kata dia, tuntutan pidana hukuman mati Heru Hidayat oleh JPU tidak tepat karena tuntutan tersebut tidak terdapat dalam surat dakwaan.  

"Secara aturan, hakim memutuskan perkara berpegang pada surat dakwaan karena itulah yang diperiksa dan dibuktikan dalam persidang-persidangan sebelum putusan. Nah, dalam kasus Asabri ini, JPU tidak menjerat atau mencantumkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang memuat hukuman mati dalam surat dakwaan Heru Hidayat," ungkap dia. 

Baca Juga: AII Menganggap Hukuman Mati ke Herry Wirawan Pelaku Cabul Berat Tidak Layak dan Dorong Pengesahan...

Selain itu, lanjut Nur, tindak pidana yang dilakukan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya dan kasus Asabri bukanlah pengulangan tindak pidana. 

Menurut dia, tindakan Heru Hidayat dalam kedua kasus tersebut masuk dalam kategori konkursus realis atau meerdaadse samenloop. Hal ini berarti seseorang melakukan sejumlah tindak pidana sekaligus dalam waktu yang bersamaan dan masing-masing tindak pidana berdiri sendiri. 

"Kalau pengulangan tidak pidana atau residive berarti dia diputus pidana, setelah diputus pidana, dia melakukan perbuatan pidana lagi. Kasusnya Heru Hidayat kan tidak, perbuatan pidananya sudah dilakukan semua atau tempus hampir bersamaan, hanya diproses tidak dalam waktu yang bersamaan," pungkas Nur.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: