Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Industri AMDK Wajib Patuhi Pelabelan BPA oleh BPOM

Industri AMDK Wajib Patuhi Pelabelan BPA oleh BPOM Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Demi kesehatan masyrakat, keberanian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang kukuh menggulirkan rancangan kebijakan pelabelan risiko bahan kimia Bisfenol-A (BPA) wajib dipatuhi dan dan didukung oleh industri AMDK. Pasalnya, di tengah derasnya lobi dan penentangan industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), BPOM berani secara tegas dan terbuka menyatakan bahwa kandungan BPA dalam kemasan AMDK dapat menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang.

Penegasan tersebut disampaikan oleh FMCG Insights, sebuah lembaga riset produk konsumen berbasis di Jakarta. Direktur Eksekutif FMCG Insights Achmad Haris menilai, pernyataan akhir tahun Kepala BPOM tersebut mengeliminasi kekhawatiran tak beralasan banyak kalangan bahwa rencana pelabelan itu terburu-buru dan bakal memukul industri AMDK.

Baca Juga: Sambut Revisi Perka BPOM, JPKL: Melindungi Kesehatan Masyarakat adalah Prioritas Utama

"Tekad BPOM menggulirkan inisiatif pelabelan BPA menunjukkan komitmen lembaga sebagai otoritas keamanan pangan yang 'berpandangan jauh' dan mengedepankan kesehatan publik. Jadi sangat aneh jika industri AMDK yang mengampanyakan hidup sehat dengan air mineral justru menolak ketegasan BPOM," ujar Achmad Haris, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (22/1/2022).

Ia menambahkan, produsen galon guna ulang bermerek perlu beranjak dari "zona nyaman" dan menyambut ajakan Kepala BPOM untuk sama-sama menjaga kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.

"Kepala BPOM mengharapkan industri AMDK punya visi yang sama dalam melindungi masyarakat. Toh, dalam rancangan kebijakan BPOM, galon polikarbonat tak perlu ditarik dari pasaran, tetapi industri hanya perlu membubuhkan keterangan peringatan risiko BPA pada label kemasan. Industri AMDK bahkan tidak perlu melakukan perubahan apapun pada label kemasan jika mampu membuktikan produknya tidak mengandung BPA sesuai hasil uji laboratorium," lanjut Achmad Haris.

Sebelumnya, dalam sebuah sesi konferensi pers jelang tutup tahun, Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menungkapkan rancangan peraturan label BPA dalam proses harmonisasi di level pemerintahan. Meski tak menyebut detail kapan peraturan itu selesai, dia menekankan kebijakan pelabelan BPA "tidak asal-asalan", seolah menjawab tudingan miring sejumlah pihak atas inisiatif BPOM. Bisfenol-A, kerap disingkap BPA, adalah bahan campuran kimia yang menjadikan plastik polikarbonat, jenis plastik galon guna ulang, mudah dibentuk, kuat dan tahan panas.

Menurut Penny, rancangan pelabelan BPA--tepatnya revisi Peraturan BPOM Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan--telah dipersiapkan sejak 2019 dan melalui serangkaian proses konsultasi publik, termasuk dengan kalangah ahli serta kajian atas perubahan standar pelabelan kemasan AMDK di berbagai negara. Ia menambahkan, data sains mutakhir menunjukkan risiko BPA adalah sesuatu yang nyata sehingga perlu ada perbaikan standar pengawasan serta pengaturan pelabelan untuk memberi informasi yang akurat yang merupakan hak setiap konsumen.

"Pelabelan BPA sudah dilakukan di banyak negara lain," katanya tak merinci. Menurut Penny, label BPA semata bertujuan melindungi masyarakat. Meski risiko BPA pada air minum kemasan tidak dirasakan publik saat ini, dia bilang tak tertutup kemungkinan muncul "masalah-masalah public health (kesehatan masyarakat)" di masa datang.

"Saya mengajak pelaku usaha, utamanya industri besar, untuk ikut memikul tanggung jawab melindungi masyarakat karena ada risiko BPA yang terkait dengan aspek kesehatan manusia, termasuk fertility (tingkat kesuburan wanita) dan hal-hal lain yang belum kita ketahui saat ini," katanya.

Dia memastikan, perancangan dan penerapan pelabelan BPA mempertimbangkan kelanjutan industri ADMK, termasuk penerapan grace periode, masa tenggang agar industri punya waktu untuk mempersiapkan diri sebelum peraturan berlaku penuh. Secara khusus, Penny bilang rancangan pelabelan BPA tidak menyasar produsen AMDK skala kecil dan menengah.

"Rancangan pelabelan ini lebih pada perusahaan besar yang produknya menyebar dalam porsi dan persentase yang besar sekali sehingga kalau ada efek yang membahayakan juga dampaknya akan besar sekali," katanya.

Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) keberatan dan meminta BPOM menghentikan pembahasan rencana pelabelan BPA. Dalam sebuah pertanyaan, organisasi lobi industri AMDK itu menggambarkan pelabelan BPA itu tak ubahnya "vonis mati" untuk produsen galon guna ulang.

Aspadin antara lain berdalih "tidak ada masalah kesehatan atau keamanan pangan akibat konsumsi AMDK GGU PC" dan bahwa batas migrasi BPA yang diadopsi Indonesia sudah sejalan dengan standar internasional.

"Selama 38 tahun sejak galon guna ulang pertama kali beredar di Indonesia, tidak ada satupun hasil penelitian, insiden keamanan pangan, atau laporan gangguan kesehatan akibat konsumsi AMDK GGU PC di Indonesia dan di dunia," katanya. Aspadin menyebut produk galon isi ulang mencakup 70% volume produksi AMDK, yang mencapai 29 miliar liter pada 2020.

Sementara itu, data lain menyebutkan penjualan galon isi ulang bermerek dikuasai oleh segelintir perusahaan, dari total 900 perusahaan AMDK di Indonesia, dengan porsi terbesar ada pada Danone-Aqua. Hanya sebagian kecil produsen AMDK yang menjual produk galon air minum dengan kemasan berbahan Polietilen Tereftalat (PET), jenis plastik kualitas tinggi dan bebas BPA.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: