- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Harga Minyak Dunia Terus Meroket, Mamit Usul: Harga Pertalite dan Pertamax Perlu Disesuaikan
Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, meminta PT Pertamina untuk menyesuaikan harga BBM. Hal ini dikatakan terkait kenaikan harga minyak dunia yang bahkan mencapai level tertinggi sejak Oktober 2014 dimana untuk jenis Brent di level U$ 88.70/ bbl dan WTI di level US$ 85.86/ bbl.
"Dengan membaiknya ekonomi global dimana hal ini membuat permintaan akan komoditas energi mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tetapi disisi lain pasokan masih terbatas. Sesuai dengan hukum ekonomi terkait pasokan dan permintaan, maka akan mengerek harga komoditas termasuk harga minyak dunia." ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/1/2022).
Baca Juga: Pertamina dan Grab Sepakat Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan perihal harga Pertalite dan Pertamaz sudah masuk jenis BBM Umum. Mamit menyampaikan, mengingat Pertalite dan Pertamax ini masuk ke dalam jenis BBM Umum.
Baca Juga: Percepat Revitalisasi Kilang Balongan, Pertamina Datangkan Reaktor
"Berdasarkan data, sepanjang 2021 kemarin harga MOPS rata-rata sudah di atas US$ 80 per barelnya. Jika di hitung dengan formula harga sesuai dengan KepMen ESDM 62/2020 maka selisih harga jual dengan keekonomian mencapai Rp2.500 sampai Rp3.500 perliter untuk bbm jenis Pertamax dan Pertalite. Dengan kondisi sepanjang 2021 penjualan BBM Pertalite adalah 47% dari penjualan BBM nasional dan Pertamax 11% dari penjualan nasional. Adapun penjualan BBM nasional berdasarkan data Pertamina sampai kuartal III/2021 sebesar 34 juta kiloliter (KL) dan prognosa saya sampai akhir 2021 sebesar 48 juta kiloliter (KL). Jika kitas simulasikan dengan 47% dari 48 juta kiloliter, maka Pertalite menyumbang 22.5 juta kiloliter (KL) dan Pertamax sebesar 5.3 juta kiloliter (KL) dari penjualan nasional. Kemudian kita kalikan dengan selisih harga dari kedua produk BBM tersebut, maka akan bisa dihitung potensi nilai selisih yang harus ditanggung Pertamina. Hal ini bisa dipastikan membuat beban keuangan Pertamina Patra Niaga sangat berat, dampaknya adalah keuangan Pertamina saat dilakukan konsolidasi bisa terpukul cukup dalam." urai Mamit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil