Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pernyataan Soal Azan Menag Yaqut Jadi Polemik, Siapa Sangka Begini Tanggapan Petinggi MUI

Pernyataan Soal Azan Menag Yaqut Jadi Polemik, Siapa Sangka Begini Tanggapan Petinggi MUI Kredit Foto: Twitter/Yaqut Cholil Qoumas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan suara azan dengan gongongan anjing.

Ketua MUI Pusat Cholil Nafis memilih enggan mengomentari pembandingan atau penganalogian antara azan dengan suara azan.

Baca Juga: Polemik Ucapan Azan dan Gonggongan Anjing, LAMR Minta Jokowi Pertimbangkan Posisi Menag Yaqut

“Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Kadang malas berkomentar soal membandingkan sesuatu yang suci dan baik dengan suara hewan najis mughallazhah,” jelas dia dalam akun Twitter-nya @cholilnafis dikutip Kamis (24/2/2022).

Menurut dia, pernyataan itu tidak layak disampaikan oleh seorang pejabat publik. Apalagi menyandang predikat sebagai menteri agama. Seharusnya tutur kata yang dilontarkan seorang pejabat publik kepada masyarakat dapat diperhalus.

“Karena itu bukan soal kinerja, tapi soal kepantasan di ruang publik oleh pejabat publik,” jelasnya.

Dirinya pun mendoakan agar Tuhan yang Maha Esa dapat mengampuni pernyataan tersebut. “Mudah-mudahan Allah mengampuni dan melindungi kita semua,” sampainya.

Sebagaimana diketahui, Menteri Agama Gus Yaqut mengatakan, suara-suara pengeras suara di masjid merupakan bentuk syiar. Hanya saja, jika dinyalakan dalam waktu bersamaan akan menimbulkan ketidakharmonisan suara.

"Aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kaya apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," kata dia di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2).

"Kita bayangkan lagi, kita muslim, lalu hidup di lingkungan nonmuslim, lalu rumah ibadah saudara kita nonmuslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana."

“Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa?.” 

Baca Juga: Polisi Ogah Proses Laporan Terhadap Menag Yaqut, Ini Sebabnya

“Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu,” lanjutnya

Dia meminta agar suara pengeras suara diatur waktunya. Jadi niat untuk syiar tidak menimbulkan gangguan masyarakat. “Agar niat menggunakan speaker sebagai untuk sarana, melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan dan tidak mengganggu,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: