Konflik Rusia-Ukraina Dongkrak Reputasi Joe Biden, Pidatonya Sukses Satukan Demokrat dan Republik
Pidato kenegaraan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Selasa (1/3) menuai tepuk tangan meriah. Seruan dukungannya untuk Ukraina itu ia tulis ulang guna menyerang Presiden Rusia Vladimir Putin atas invasi yang disebutnya terencana dan tak beralasan.
"Ayo kita semua bangkit dan mengirim sinyal yang jelas untuk Ukraina dan dunia," ajak Biden, dilansir dari Reuters.
Baca Juga: Selain Eks Miss Ukraina, Pesohor Ini Angkat Senjata Melawan Rusia
Kubu Demokrat dan Republik di AS kerap terpolarisasi, tetapi keduanya kini kompak untukĀ mendukung Ukraina. Banyak yang mengibarkan bendera Ukraina dan bersorak di ruang Dewan Perwakilan Rakyat dalam pidato resmi State of the Union.
"Putin tak tahu apa yang akan terjadi," ancam Biden dalam pidato yang telah disiapkan.
Tahun pertama Biden menjabat ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan triliunan dolar dalam program-program baru. Namun, pemerintahannya dihantam inflasi tertinggi dalam 40 tahun dan tak kunjung selesainya pandemi virus corona yang melelahkan.
Pidato tahunan di depan Kongres itu pun memberi Biden sebuah panggung untuk meyakinkan warga AS yang resah. Dengan demikian, angka jajak pendapatnya yang lamban dapat terdongkrak di tengah peringatan mengerikan bahwa Demokrat terancam kalah dalam Pemilu Kongres pada November.
Menjelang kedatangan Biden, bendera Ukraina dikibarkan. Beberapa anggota Kongres perempuan datang dengan baju berwarna kuning dan biru sesuai warna bendera Ukraina. Orang nomor satu di AS itu pun ditantang untuk menunjukkan kepada AS respons tertinggi Barat pada periode paling menegangkan dalam hubungannya dengan Rusia sejak Perang Dingin berakhir 30 tahun lalu.
Invasi Rusia ke Ukraina telah menguji kemampuan Biden untuk merespons dengan cepat peristiwa tanpa mengirim pasukan AS ke medan perang. AS dan sekutunya pun telah menjatuhkan sanksi keras terhadap ekonomi dan sistem keuangan Rusia, Putin sendiri, dan lingkaran dalam oligarkinya. Lebih banyak sanksi sedang direncanakan.
Krisis ini juga memaksa Biden merumuskan ulang pidatonya agar fokus menyatukan rakyat AS di tengah upaya global untuk menghukum Moskow dan mendukung Kyiv.
Dalam sambutan tersebut, ia melontarkan kritik keras terhadap Putin. Menurutnya, pemimpin Rusia telah salah memperhitungkan bagaimana peristiwa ini akan bergulir, ekonomi Rusia kini terguncang, dan hanya Putin yang harus disalahkan.
"Ia pikir ia bisa menggulingkan dunia jika menggulingkan Ukraina. Sebaliknya, ia berhadapan dengan tembok kekuatan yang tak pernah ia bayangkan. Ia berhadapan dengan rakyat Ukraina. Dari Presiden Zelensky hingga setiap warga Ukraina, keberanian mereka, pantang mundur mereka, tekad mereka, menginspirasi dunia," pujinya.
Putin pun dianggapnya telah mengabaikan upaya untuk mencegah perang.
"Perang Putin telah direncanakan dan bukan karena provokasi. Ia menolak upaya diplomasi. Ia pikir Barat dan NATO tak akan meresponsnya. Ia pikir ia bisa memecah belah kita di sini. Putin salah. Kami sudah siap," tegasnya.
Biden pun mengumumkan AS akan bergabung dengan negara lainnya untuk melarang penerbangan Rusia dari wilayah udara AS.
Di sisi lain, Demokrat terancam kehilangan kendali atas Dewan Perwakilan rakyat dan Senat AS dalam Pemilu paruh waktu 8 November. Menurut jajak pendapat publik, Biden tak disukai mayoritas warga AS selama berbulan-bulan terakhir.
Namun, kenaikan dukungan untuk Biden mungkin membantu mencegah kekalahan itu dan memperkuat peluangnya untuk membuat agendanya lebih baik. Menurut jajak pendapat Reuters-Ipsos pada Selasa (1/3/2022), 43 persen responden setuju dengan tanggapan Biden atas invasi Rusia, naik dari 34 persen pekan lalu.
Meski begitu, sekitar 47 persen responden tak menyetujui tanggapan Biden terhadap krisis. Popularitasnya pun secara keseluruhan telah mendekati titik terendah kepresidenannya dalam beberapa pekan terakhir.
Gubernur Iowa Kim Reynolds akan menyampaikan tanggapan Partai Republik terhadap pidato Biden. Ia berencana menjatuhkan penanganan persiden terhadap krisis Ukraina dan lonjakan inflasi AS.
"Alih-alih memajukan AS, Presiden Biden dan partainya rasanya seperti mengirim kita kembali ke masa lalu di akhir 70an dan awal 80an. Ketika itu, inflasi tak terkendali menghantam keluarga, gelombang kejahatan kekerasan menerjang kota-kota kita, dan tentara Soviet sedang mencoba menggambar ulang peta dunia," kecamnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: