Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Logo Halal Baru Versi Kemenag Picu Polemik, Respons Ustaz Adi Hidayat Menggelegar: Ini Masalah...

Logo Halal Baru Versi Kemenag Picu Polemik, Respons Ustaz Adi Hidayat Menggelegar: Ini Masalah... Kredit Foto: YouTube/Adi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Logo halal baru yang diperkenalkan Kementerian Agama menuai kontroversi. Hal itu menyangkut kata 'halal' berbahasa arab yang diubah menjadi tulisan kaligafri berwarna ungu seperti bentuk wayang kulit.

Pendakwah Ustaz Adi Hidayat lewat akun Youtube-nya, ikut memberikan saran terkait  logo tersebut.  Ia mengatakan, halal adalah hukum melekat dalam syariat Islam yang memberikan kepastian apa yang boleh dilakukan atau dikonsumsi. Kemudian apa yang tidak boleh dan dilarang.

Maka itu, lanjut Adi Hidayat, Allah dalam keterangan melalui ayat suci Alquran maupun penjelasan Nabi di hadist menegaskan hal-hal terkait sifat kebolehan yang diikat oleh hukum syariat itu sifatnya mesti jelas. "Jelas yang boleh dilakukan dan konsumsi, dan jelas mana yang dilarang dan yang tidak boleh atau haram," ujarnya. 

Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, Allah dalam firmannya menyebut kalimat halal pertama di surah kedua Al-Baqarah ayat 168. Semua manusia tanpa kecuali dipersilahkan menebar di muka bumi untuk mencari kebutuhan pokok guna memenuhi kebutuhan makan. "Silahkan cari, silahkan makan, yang halal."

Baca Juga: Picu Polemik, Ternyata MUI Tidak Dilibatkan dalam Pembuatan Logo Halal Terbaru Versi Kemenag

Kalimat halal, ucap Adi, dinyatakan secara jelas dan tidak ambigu. Sehingga tidak menyulitkan bagi Muslim untuk menyikapi. Apakah ini boleh dilakukan atau dikonsumsi atau tidak.

Pul halnya di dalam hadits yang diriwayatkan  HR Muslim dan HR Bukhari.  Beliau menegaskan, yang halal itu mesti jelas. Pun yang haram juga mesti jelas. "Dan di antara yang halal dan haram ada yang subhat. Boleh jadi ada banyak orang yang tak diketahui statusnya. Karena itu orang yang tahu harus menjelaskan ini statusnya halal atau haram."

Ia pun berharap Kementerian Agama, MUI, atau ulama terkait lainnya memberikan penjelasan ke masyarakat secara jelas, terang, dan tak boleh ambigu menyangkut halal ini. "Ini bukan perkara seni. ini bukan perkara filosofi, ini masalah syariat yang harus terang dan jelas. Ini bukan halal di Indonesia, atau di tempat lain, bukan persoalan menggabungkan adat istiadat, ini ketentuan syariat harus terang dan jelas."

Ia pun mengusulkan agar logo halal yang diperkenalkan dapat mudah dimengerti dan dipahami. Misal, kata Adi, bisa ditulis saja dengan tulisan bahasa arab yang terang yakni 'halal'. Kemudian dibahasa Indonesiakan menjadi halal. Sehingga tidak perlu ribet dengan urusan filosofi, karena yang paling utama adalah tujuannya dalam memberikan kejelasan.

"Atau kalau paling singkat yang sudah ada saja yang sudah familiar di mata masyarakat sudah 32 tahun familiar dengan itu. Jika ada peralihan kewenangan dari MUI ke BPJH, sekarang tinggal dinganti namnaya dari MUI jadi BPJH, jadi lebih simpel dan mudah di pahami."

Nilai keindonesiaan 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: