Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Adakan Rapat Koordinasi, KemenPPPA Kawal Kasasi Putusan Bebas Terdakwa Pelecehan Seksual UNRI

Adakan Rapat Koordinasi, KemenPPPA Kawal Kasasi Putusan Bebas Terdakwa Pelecehan Seksual UNRI Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengawal penyusunan permohonan Kasasi atas putusan bebas terdakwa kasus pelecehan seksual UNRI, sebagai upaya memberikan keadilan dan pemenuhan hak kepada korban.

Dalam mewujudkan kepentingan terbaik bagi korban, Rapat Koordinasi Terbatas dilaksanakan oleh KemenPPPA dengan melibatkan pihak APH yakni Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial, saksi ahli dan pendamping korban pada Rabu (13/4/2022).

Baca Juga: Mendikbudristek Berikan Dukungan Kepada Korban Kekerasan Seksual UNRI

"Ketimpangan di Indonesia masih terjadi, khususnya terkait isu perempuan dan anak. Salah satunya adalah kasus kekerasan seksual yang masih subur di ruang publik termasuk di lingkungan perguruan tinggi yang memprihatinkan. Kekerasan di perguruang tinggi kerap terjadi dan tidak tertangani dengan semestinya," ungkap Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Margareth Robin Korwa.

Margareth menegaskan dalam konteks kasus pelecehan seksual di UNRI, hakim melakukan diskriminasi terhadap saksi korban kekerasan seksual (L), padahal sudah sepatutnya saksi korban diberikan perlindungan sebagaimana mestinya. Selain itu, relasi hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak setara juga patut dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus perkara.

Baca Juga: Dosen UNRI Terdakwa Kasus Pelecehan Seksual Divonis Bebas, Menteri PPPA: Desak RUU TPKS Disahkan

Margareth melanjutkan, dalam memutuskan perkara hakim dinilai masih "gagap gender". Hal ini menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam menangani kasus kekerasan seksual kedepan. 

"Hal ini masih menjadi perjalanan panjang bagi kita untuk mendorong agar hakim-hakim dalam memutus perkara itu memakai perspektif yang jernih terhadap ketidakadilan yang dialami perempuan. Banyak hakim yang masih kurang memahami atau mengenali perspektif gender, mereka memutus perkara hanya berdasarkan undang-undang, namun tidak menggunakan rasa keadilan sebagai landasan filosofis di dalam memutuskan perkara. Perspektif gender sangat penting, khususnya dalam situasi meningkatkannya pelaporan terhadap kasus kekerasan seksual dan telah disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ungkap Margareth.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: