Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DPR Minta Langkah Konsistensi Penetapan Harga Minyak Goreng

DPR Minta Langkah Konsistensi Penetapan Harga Minyak Goreng Kredit Foto: Antara/Arnas Padda
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) dimintai serius dalam menangani harga minyak goreng. Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) dalam Wawancara lusa dengan Wartawan.

Pihak Anggota Dewan DPR RI Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto menyesalkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menetapkan kebijakan terkait upaya menjamin ketersediaan minyak goreng (migor) dan menstabilkan harga migor curah sebesar Rp14.000 per liter.

"Yang pertama dari segi konten yaitu berbagai ralat tentang isi kebijakan, terutama apa saja yang dilarang ekspor. Yang awalnya CPO (minyak sawit mentah) dilarang ekspor, ternyata hanya bahan baku minyak goreng (RBD Palm Olein) saja yang dilarang. Lalu kemudian ada ralat berikutnya bahwa memang CPO yang dilarang ekspor," kata Rofik.

Pihaknya meminta pihak pemerintah terkait dapat mengakomodir kebijakan tersebut. Dengan berdiskusi dengan institusi terkait permasalahan tersebut. Bahkan ia juga menilai sikap antara Presiden Jokowi dan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menunjukkan pesan yang berbeda. Terlihat tidak adanya kerja sama dan komunikasi yang tuntas di antara penyelenggara negara.

"Ada baiknya ketika Presiden dan Menteri terkait seperti Menko Perekonomian, Menperin, dan Mendag berada dalam satu forum ketika menyampaikan kebijakannya, sehingga langsung bisa dikomunikasikan detail pelaksanaan kebijakannya," ujar Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI ini.

Sebab ia menilai ketidakpastian harga ini dapat mengakibatkan pemangku kepentingan di industri minyak goreng gagal memahami keinginan pemerintah.

“Ada yang terdampak adalah adanya laporan pabrik kelapa sawit (PKS) yang mulai menolak hasil buah sawit petani," pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti dalam Wawancara dengan Wartaekonomi mengaskan, Pada Rabu (20/4) layanan BLT dan layanan migor di Kemendag RI tidak cukup membantu. Apalagi, jelang masuk lebaran harga kebutuhan pasti sudah naik semua.

“Jadi mau dilakukan berapa banyak operasi pasar dan program lainnya tidak akan efektif. Karena dari dulu itu sistem perdagangan kita sudah Oligopoli," jelasnya.

Esther menjelaskan dengan adanya sistem pasar migor Indonesia dari dulu menerapkan oligopoli. Dimana perilaku kartel seringkali terlihat di pasar dengan menerapkan Crude Palm Oil (CPO) dunia.

“Sistem pasar oligopoli ini yaitu adanya koordinasi anti persaingan tanpa komunikasi dan kesepakatan harga tertulis (conscious parallelism) terdeteksi. Produsen sepakat segera menyesuaikan harga minyak goreng domestik dengan harga CPO dunia," jelas dia.

Sementara itu, yang menjadi faktor kesalahan pemerintah melakukan sistem CPO, padahal CPO ini jika dijual ke biodisel mengacu pada harga Internasional. Sementara kalau CPO dijual di dalam minyak goreng harga nilanya domestik.

“Tentunya, pengusaha (orang) lebih memilih menjual ke Biodisel. Karena harganya lebih tinggi. Nah, itu jadi biang keroknya. Jadi akhirnya produksi minyak goreng juga turun ya. Lalu, yang ketiga, sudah langka dan produksi tidak sama dengan yang sebelumnya harganya kan menjadi naik," sambungnya.

“Ya terus naik harganya, jadi memancing di air keruh, jadi memanfaatkan di kondisi ini. Belum lagi ada kebijakan dari pihak regulator sudah membuat kebijakan HET sehingga tambah hilang dong. Meskipun sudah buat kebijakan operasi pasar tetap tidak bisa, karena masyarakat Indonesia terbiasa masak dengan makanan berminyak," ucap Esther.

Maka dapat disimpulkan, berapapun harga minyak tidak akan mengurangi konsumsi minyak goreng. Lalu yang faktor terakhir yang dibuat pemerintah, yaitu biaya distribusi selalu tinggi dari dulu. Sehingga hal itu membuat biaya produksinya jauh lebih tinggi dan itu merusak harga di pasaran dan terakhir karena faktor musiman juga termasuk, seperti bulan ramadhan membuat konsumsi naik.

“Itu adalah faktor-faktor  yang membuat minyak goreng tidak akan turun jika tidak dibuat kebijakan tepat seperti yang disarankan pakar-pakar ekonomi," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
Editor: Boyke P. Siregar

Bagikan Artikel: