Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tantangan Ekonomi Kreatif Indonesia dari Kacamata Perlindungan HAKI

Tantangan Ekonomi Kreatif Indonesia dari Kacamata Perlindungan HAKI Jr Chief Executive Officer Joger, Armand Setiawan Wulianadi. | Kredit Foto: Istimewa

Mengawali bisnisnya, Mr Joger dengan bermodalkan uang Rp 500 ribu berangkat ke Pulau Jawa untuk belajar soal batik. Ia berhasil mendapat pengalaman di Pasar Klewer yang menjadi pusat batik di Solo. Mulai dari usaha kecil-kecilan, nama Mr Joger menjadi harum di Pasar Klewer dan mendapat kemudahan untuk mendapatkan barang dagangan.

Akhirnya setelah berkembang, Mr Joger membangun tempat sendiri di Kuta dan mengganti nama usahanya menjadi Pabrik Kata-Kata Joger pada tahun 1987. Ada banyak produk yang dijual, secara khusus yakni kaus kata-kata hasil kreativitas Mr Joger.

"Saya kumpulkan yang terbaik-terbaik, kemudian saya sajikan dengan harga supportif. Tidak terlalu mahal, tapi juga tidak terlalu murah. Satu harga untuk memperlakukan semua orang secara sama," terang salah satu tokoh Bali yang dikenal nyeleneh ini.

Joger diketahui sudah memiliki konsumen tersendiri. Bahkan tak sedikit yang menantikan karya-karya unik Mr Joger.

Baca Juga: Pentingnya Jasa Pengurusan Brand Bagi UMKM

"Tahun 1983 saya pernah iseng, pengen tes ini orang emang seneng sama saya apa gimana. Saya buat kaus saya tanda tangani pakai kuas dengan 3 warna, laku juga ternyata," kata Mr Joger.

Mr Joger pun berharap para pelaku usaha memiliki kesadaran untuk memajukan pariwisata Bali, dengan tidak menjual karya jiplakan. Sekalipun mereka berargumen tidak betul-betul menjual produk yang sama persis dengan Joger.

"Mereka bilang itu kan ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). Itu ditanggapi secara tidak beretika. Mereka ngawur, saya punya gambar A lalu desain B digabung oleh mereka jadi sebuah desain baru itu katanya kreatif, ATM. Saya ndak mau," tegasnya.

"Harapan saya mulailah sadar bahwa bikin desain itu nggak sulit. Kok malah mempersulit citra diri sendiri. Tapi kalau profit oriented kan mereka nggak peduli, yang penting untung. Ini yang di belakangnya tidak mungkin UMKM," imbuh Mr Joger.

Di sisi lain, Mr Joger juga meminta agar pemerintah semakin menegakkan perlindungan HAKI. Ia mengaku saat ini dalam menghadapi persoalan penjiplakan karya Joger, tidak lagi dilakukan lewat ranah hukum karena terlanjur pesimistis.

Baca Juga: Begini Pertahanan Digital untuk UMKM dalam Mengembangkan Brand Lokal di Era Milenial, Simak!

"Jadi memang susah sistem kita. Makanya belakangan saya tidak mau lagi masuk ke ranah hukum. Jadi di moral saja, ada orang pakai mirip-mirip kayak punya kita, kita mohon untuk ganti pakaian, atau kita pinjemin jaket," tukasnya.

Mr Joger mengingatkan, Indonesia sudah memiliki citra negatif dari sisi perlindungan HAKI. Untuk itu ia mengajak semua pihak, termasuk konsumen itu sendiri, untuk lebih menghargai kekayaan intelektual agar dunia ekonomi kreatif Indonesia tidak tergerus akibat pelanggaran hak cipta.

"Niatnya pemerintah itu ke mana? Kalau mau menegakkan HAKI ya mbok dipastikan. Tapi sampai sekarang kalau sudah masuk ranah hukum, ya ngawur. Dan saya nggak mau main sogok," pungkas Mr Joger.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: