Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

4 Alasan Mengapa Manufaktur Aditif adalah Game Changer bagi Industri Manufaktur di Indonesia

Oleh: Terrence Lim, General Manager untuk ASEAN dan Pasifik, Hexagon Manufacturing Intelligence

4 Alasan Mengapa Manufaktur Aditif adalah Game Changer bagi Industri Manufaktur di Indonesia Kredit Foto: Wolseley Industrial Group
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bahkan saat ini, seiring dengan aktivitas perekonomian yang berangsur pulih, manfaat yang ditawarkan oleh manufaktur aditif, yang sangat bermanfaat di masa pembatasan, terus terlihat nilainya; di masa pandemi, kekurangan tenaga kerja dan disrupsi rantai pasok. Perusahaan manufaktur bisa memanfaatkan manufaktur aditif untuk mencetak suku cadang yang sulit diakses, bahkan secara remote dan efisiensi tenaga kerja sangat mungkin dilakukan mengingat manufaktur aditif bisa dioperasikan secara digital. Singkatnya, manufaktur aditif sangat fleksibel, kebanyakan nirsentuh, tidak begitu sensitif terhadap guncangan rantai pasok dan penuh potensi.

Namun hal-hal tersebut bukanlah satu-satunya alasan mengapa semakin banyak UKM mengandalkan manufaktur aditif dalam aktivitas operasional mereka. Berikut empat alasan lainnya:

1. Manufaktur aditif bukanlah hal baru, dan sudah begitu banyak penggunaannya 

Meski percetakan 3D bermula pada sekitar 40 tahun lalu pada tahun 1981, saat Hideo Kodama dari Nagoya Municipal Industrial Research Institute menerbitkan penelitian pertama tentang manufaktur dengan model cetakan 3D, percetakan 3D telah berkembang pesat sejak saat itu.

Dari mesin cetak 3D senilai US$200.000 yang membutuhkan ruangan dan teknisinya sendiri di tahun 2009, hingga tahun 2019 ketika mesin cetak 3D berukuran cukup untuk diletakan di meja kitadan hari ini mesin cetak 3D bahkan semudah pasang dan pakai (PnP).

Saat ini, manufaktur aditif digunakan di berbagai sektor industri, mulai dari penerbanagan hingga kesehatan. Penjualan mesin cetak 3D (baik untuk industri maupun unit desktop) tumbuh lebih dari 100 kali dalam 10 tahun menjadi lebih dari 600.000 unit di tahun 2019. Biaya per suku cadang juga semakin murah seiring makin banyaknya jenis suku cadang yang diproduksi.

Manufaktur yang semula adalah temuan kini menjelma menjadi kebutuhan bagi perusahaan manufaktur agar bisa tetap. Pada tahun 2019, sebuah laporan dari Ernst & Young report menemukan bahwa manufaktur aditif telah menarik perhatian dimana hampir dua pertiga (65%) pelaku bisnis yang mereka survey saat ini telah mencoba menggunakan teknologi ini – hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun 2016.

Percetakan 3D saat ini digunakan untuk mencetak peralatan medis untuk menyelamatkan nyawa pasien, prostesis dan pengganti sendi; dan bisa digunakan untuk memproduksi sekitar 40 hingga 60 persen suku cadang kendaraan listrik dan telah merevolusi cara kita melakukan penelitian dan purwarupa.

Percetakan 3D juga sangat berpotensi untuk menghasilkan komponen otomotif yang lebih ringan, menghemat biaya seiring dengan semakin banyaknya material dan teknik yang terus dikembangkan serta memudahkan validasi desain tertentu dengan menggunakan perangkat lunak komputer.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: