#MakinCakapDigital: Jadikan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai Budaya Berdigital Indonesia
Perkembangan teknologi membuat dunia digital menjadi dunia kedua bagi setiap orang. Pengguna internet di Indonesia mencapai 202 juta, sayangnya kebanyakan dari mereka dinilai belum mampu menjadikan dunia digital sebagai ruang yang berbudaya.
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University, Loina Lalolo Krina mengatakan, budaya merupakan ciri khas yang mengikat suatu kawanan. Saat ini, menurut dia, dunia digital masih menjadi panggung budaya asing.
Baca Juga: #MakinCakapDigital: Bebas Berekspresi Tanpa Rugikan Orang Lain
"Ini terjadi karena orang Indonesia belum siap. Padahal jumlah pengguna media sosial Indonesia terbilang banyak, tapi masyarakat belum mampu menunjukkan budaya Indonesia," ujar Loina saat Webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk Kelompok Masyarakat Wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (22/6/2022), dalam keterangan tertulis yang diterima.
Indonesia adalah negara heterogen/majemuk, tapi tidak terpolar (tidak terpecah belah atau terpisah secara ekstrem), sehingga potensi dampak konflik antar suku cenderung rendah. Menurut Loina, nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika berhasil menyatukan keragaman di Indonesia.
"Jika kita bisa melakukan seperti ini, mengapa kita tidak bisa melakukannya di dunia digital? Berarti belum paham bahwa dunia digital sama majemuknya dengan Indonesia," tuturnya.
Baca Juga: #MakinCakapDigital: Konten Positif Tidak Harus Berat
Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika layak menjadi landasan kecakapan digital. Pengguna internet Indonesia harus bisa menunjukkan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital.
Loina mengatakan, tantangan budaya berdigital saat ini adalah mengaburnya wawasan kebangsaan, hingga menipisnya kesopanan dan kesantunan. Hal tersebut membuat pengguna internet Indonesia tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial (perpecahan/polarisasi) di ruang digital.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas