Pemerintah Bersama DPR Bahas RUU P2APBN Tahun 2021, Ini Poin Penting dari Menkeu!
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan Pokok-Pokok Keterangan Pemerintah mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2APBN) Tahun Anggaran 2021 pada Rapat Paripurna DPR ke-16 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, Kamis (30/6/2022).
"Dokumen RUU ini disampaikan dalam bentuk laporan keuangan pemerintah pusat atau LKPP tahun 2021 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK," ungkap Menkeu, mengutip dalam rilisnya, Kamis (30/6/2022).
Baca Juga: Depan Anggota DPR, Menkeu Ungkap Pendapatan Negara Tahun 2021, Melebihi Target APBN!
Menkeu mengatakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, LKPP Tahun 2021 terdiri atas tujuh komponen laporan. Pertama, Laporan Realisasi APBN. Dalam laporan realisasi APBN, realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.011,3 Triliun terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.547,8 Triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp458,5 Triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp5 Triliun.
"Realisasi pendapatan negara tersebut melampaui target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2021 yaitu 115,35 persen atau mengalami pertumbuhan 22,6 persen dibandingkan realisasi tahun 2020. Ini adalah pencapaian di atas 100 persen pertama kali sejak 12 tahun terakhir. Realisasi penerimaan pajak tahun 2021 mencapai Rp1.547,8 Triliun atau 107,15 persen dari target apbn tahun anggaran 2021, dan ini berarti pada tahun 2021 yang lalu penerimaan negara telah kembali pada level pra pandemi pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp1.546 Triliun," jelas Menkeu.
Baca Juga: Tok! Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2023 Disetujui DPR
Realisasi belanja tahun 2021 mencapai Rp2.786,4 Triliun atau 101,32 persen dari APBN tahun anggaran 2021. Realisasi belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2000,7 Triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp785,7 Triliun.
Sementara itu, realisasi pembiayaan neto tahun 2021 sebesar Rp871,7 Triliun atau 86,62 persen dari target APBN sebesar Rp1.006,4 Triliun. Pembiayaan terdiri dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp881,6 Triliun dan pembiayaan luar negeri minus Rp9,9 Triliun.
"Dengan defisit yang jauh lebih rendah sebagai akibat membaiknya pendapatan negara dan optimalisasi pembiayaan anggaran, masih terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran atau SiLPA tahun 2021 sebesar Rp96,6 triliun. SiLPA tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kewajiban pemerintah yang tertunda agar kesinambungan fiskal APBN ke depan akan semakin baik dan apbn menjadi kuat di dalam menyongsong tahun 2023," jelas Menkeu.
Baca Juga: Luar Biasa! APBN Mei 2022 Catat Surplus Lagi Rp132,2 Triliun
Kedua, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP SAL). SAL awal tahun 2021 sebesar Rp388,1 Triliun. Sesudah memperhitungkan penggunaan SAL Rp143,9 Triliun, SiLPA, dan penyesuaian SAL, maka kondisi SAL akhir sebesar Rp337,7 Triliun.
Ketiga, Neraca. Neraca akhir tahun per 31 Desember 2021 terdiri dari aset sebesar Rp11.454,6 Triliun, kewajiban Rp7.538,3 Triliun, dan ekuitas sebesar Rp3.916,3 Triliun.
Baca Juga: Tak Hanya Andalkan APBN, Sumber Dana Alternatif untuk Ekonomi Hijau Harus Didorong
"Terdapat peningkatan kewajiban pemerintah pada tahun 2021 yang sebagian besar berasal dari penerbitan surat berharga negara dan ini digunakan dan dimanfaatkan untuk mendanai pelaksanaan program PC PEN dan kegiatan prioritas lain termasuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia," tandas Menkeu.
Kelima, Laporan Arus Kas (LAK). Arus kas bersih dari aktivitas operasi sebesar minus Rp535,9 Triliun, aktivitas investasi minus Rp383,8 Triliun, aktivitas pendanaan sebesar Rp1.016,4 Triliun, serta aktivitas transitori sebesar Rp39,3 triliun.
Baca Juga: Tak Pernah Bosan, Sri Mulyani Tegaskan: APBN Instrumen Penting dalam Menahan Guncangan Ekonomi
"Arus kas bersih dari aktivitas investasi bernilai negatif adalah mencerminkan adanya upaya pemerintah untuk melakukan langkah investasi, terutama untuk mendukung berbagai proyek pembangunan infrastruktur," jelas Menkeu.
Baca Juga: Gobel: APBN 2023 Harus Dorong Ekonomi Berkualitas
Keenam, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE). Ekuitas awal dilaporkan sebesar Rp4.473,2 Triliun. Sesudah memperhatikan defisit LO sebesar Rp657,2 Triliun, penyesuaian yang langsung menambah atau mengurangi ekuitas sebesar Rp100 Triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp0,3 Triliun, maka posisi ekuitas pemerintah akhir tahun 2021 adalah sebesar Rp3.916,6 Triliun. Ketujuh, yaitu Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Ayu Almas