Selain itu, dalam jangka panjang, produsen Indonesia tidak akan mampu lagi menjalankan bisnis perkebunan secara berkelanjutan. Mereka tidak mampu membeli pupuk dengan biaya lebih tinggi, dan produksi akan turun lebih jauh dalam waktu 6 bulan.
“Langkah ini dapat menyebabkan kematian pekebun kecil dan produsen perusahaan. Para produsen ini berkontribusi dalam hal pajak dan kesempatan kerja, selain memastikan pasokan CPO ke pasar tetap.,” ucapnya.
Zero-sum game akan memungkinkan produsen Malaysia mengambil alih kuota yang sebelumnya diisi oleh produsen Indonesia, sehingga bisa menggeser Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia.
Juga, dengan melarang komoditas ekspor berpenghasilan tinggi, posisi perdagangan Indonesia akan memburuk dengan cepat. Negara ini tidak lagi dapat memperoleh keuntungan dari arus masuk Forex besar-besaran yang telah dinikmati selama reli harga CPO sejauh ini.
Kemudian,pada saat yang sama, masih harus membayar USD untuk barang impor yang relatif lebih mahal. Setelah larangan ekspor diumumkan, Rupiah Indonesia telah jatuh ke level terendah delapan bulan. Jelas, dampak dari larangan ekspor CPO itu membawa dampak yang lebih besar, dibandingkan dengan komoditas lain yang pernah dicobanya untuk dibatasi ekspornya di masa lalu.
“Saat efek larangan mulai mengakar, harga pangan global kemungkinan akan meningkat lebih jauh. Analisis Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa menemukan bahwa harga pangan global telah naik 12,6% dari Februari 2022 hingga Maret 2022, dan posisinya bahkan lebih tinggi 33,6% jika dibandingkan dari Maret 2021 hingga Maret 2022,” tegasnya.
Selanjutnya, produksi pangan sangat tinggi. padat energi- dari pupuk hingga transportasi, oleh karena itu harga energi akan meningkat secara bersamaan dan seluruh dunia akan menderita akibat larangan ekspor Indonesia. Yang paling rentan adalah masyarakat miskin karena mereka harus membelanjakan sebagian besar pendapatan mereka untuk makanan, sehingga meniadakan pendapatan mereka yang dapat dibelanjakan. Negara-negara seperti India, Pakistan, Filipina, dan Afrika kemungkinan akan merasakan dampak setelahnya karena impor bersih makanan dan minyak nabati yang relatif tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: