Menunggu Revisi Perpres
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menyebut saat ini pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Nicke menyebut, revisi Perpres nomor 191 tahun 2014 perlu dilakukan lantaran terdapat sejumlah masalah mendasar, salah satunya adalah kriteria kendaraan penerima BBM subsidi dan kesiapan infrastruktur.
"Karena itu sebetulnya yang dilakukan hari ini adalah tahapan awal dan disesuaikan dengan regulasi yang ada. Karena regulasi yang ada adalah pembatasan atau penerapan kriteria yang mendapatkan subsidi sesuai Perpres Nomor 191/2014 yang saat ini dalam proses revisi adalah kendaraan. Jadi yang ditetapkan adalah kendaraan," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (6/7/2022).
Nicke mengatakan, dalam perubahan tersebut, pemerintah akan menetapkan jenis kendaraan hingga cubicle centimeter (cm3) atau CC. Baik roda dua dan empat akan ditetapkan berapa besaran cubicle centimeter kendaraan yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi.
"Perpres direvisi, sekarang Perpres itu yang masih jadi acuan, tetapi masih belum terlalu clear kriterianya karena itu perlu direvisi. Jadi Ini akan segera mungkin karena sudah dibahas di level inter-kementerian, harmonisasinya, jadi kita harapkan seperti itu," ujarnya.
Lanjutnya, proses distribusi BBM jenis Pertalite dan Solar Subsidi dengan menggunakan aplikasi MyPertamina sebagai tahap awal atas transformasi program BBM bersubsidi yang dicanangkan pemerintah tersebut.
"Sekarang di tahap awal ini yang penetapan yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi yang diperbolehkan mendapatkan adalah kendaraannya. Jadi siapa pun pengendaranya, siapa pun penumpangnya yang ditetapkan kendaraannya," ungkapnya.
"Hingga nanti pemerintah memperoleh, finalisasi akan menetapkan kendaraan jenis apa, roda dua CC sampai berapa, roda empat CC sampai berapa. Ini nanti Pertamina akan masuk ke dalam sistem digitalisasi," sambungnya.
Waktu yang Tidak Tepat
Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menyebut kebijakan tersebut diambil dalam upaya membatasi alokasi BBM subsidi, namun dilakukan di waktu yang kurang tepat.
"Pada intinya pemerintah ingin membatasi alokasi BBM subsidi, tapi dilakukan di timing yang kurang pas," ujar Bhima saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Selasa (28/6/2022).
Bhima mengatakan banyak kelas menengah rentan yang kesulitan dalam mengakses MyPertamina karena harus punya gawai dan membeli paket data.
"Tentu ada cost tambahan yang dibebankan ke konsumen," ujarnya.
Lanjutnya, dalam pemberlakuan kebijakan tersebut, belum ada kejelasan seleksi kendaraan yang berhak mendapat Pertalite langsung berkorelasi dengan pendapatan tiap anggota keluarga.
"Bisa jadi mobil baru yang dibeli untuk disewakan bukan pemakaian pribadi, juga menggunakan skema cicilan bukan cash. Variabel ini kan perlu dipahami Pertamina. Jangan sampai yang berhak beli BBM subsidi, tapi dianggap orang mampu," ungkapnya.
Selain itu, ia mempertanyakan apakah MyPertamina sudah menyinkronkan data dengan DTKS Kementrian Sosial (Kemensos) dan data UMKM skala mikro yang berhak mendapat jatah Pertalite.
"Sinkronisasi harusnya dilakukan kalau mau BBM subsidi tepat sasaran," jelasnya.
Lanjutnya, kebijakan tersebut membuat rumit proses verifikasi di tiap SPBU, apakah gaji petugas SPBU naik karena dapat tambahan baru untuk verifikasi MyPertamina.
"Saya kira tidak. Yang terjadi kerumitan dan konflik bisa muncul antara petugas dengan konsumen karena masalah teknis di tiap SPBU," tutupnya.
Sebaiknya Dibatalkan
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, tujuan pembatasan melalui MyPertamina adalah untuk mengurangi jumlah konsumen yang tidak berhak membeli Pertalite bersubsidi.
Di mana, bagi konsumen yang tidak berhak membeli Pertalite bersubsidi dipaksa untuk migrasi ke Pertamax yang harganya lebih mahal.
Fahmy menyebut, kebijakan tersebut bagi Pertamina, beban untuk menalangi subsidi dan kompensasi semakin kecil. Demikian juga bagi pemerintah akan berkurang beban APBN untuk pengeluaran subsidi dan kompensasi.
"Hanya, saya tidak yakin pembatasan Pertalite dan Solar akan berhasil menggunakan MyPertamina," ujar Fahmy ketika dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (29/6/2022).
Ketidakyakinan tersebut karena tidak semua konsumen menggunakan gawai untuk akses MyPertamina. Kedua, tidak semua SPBU punya akses internet, yang dibutuhkan aplikasi MyPertamina.
"Dengan potensi masalah tersebut, pembatasan Pertalite via MyPertamina sebaiknya dibatalkan," tegasnya.
Menurutnya, akan timbul potensi rakyat tidak mendapatkan subsidi BBM karena tidak dapat menggunakan MyPertamina.
"Ada potensi rakyat di daerah tidak memperoleh subsidi lantaran tidak bisa gunakan MyPertamina disebabkan tidak ada akses internet," tutupnya.
Hal yang tak jauh berbeda diungkapkan oleh Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendi Manilet. Ia mengatakan pemerintah ataupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu memperhatikan pemerataan internet di masyarakat sebelum memberlakukan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
"Seperti yang kita tahu, tidak semua masyarakat punya akses ke internet dan mahir dalam menggunakan internet untuk mencari informasi. Jadi, ini perlu diperhatikan sebelum memastikan kebijakan ini berjalan secara lebih masif," ujar Yusuf saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (29/6/2022).
Yusuf mengatakan, jika dilihat dari persyaratan yang dituliskan oleh pemerintah di dalamnya ada persyaratan untuk menginput KTP, STNK, dan persyaratan yang lain.
"Persyaratan ini nantinya saya kira bisa digunakan pemerintah untuk memastikan bahwa pembeli dari Pertalite adalah kelompok yang betul-betul membutuhkan atau sesuai dengan kelas pendapatannya," ujarnya.
Hal tersebut dapat terjadi karena NIK dan juga STNK bisa diketahui apakah kendaraan ini pemiliknya adalah kelompok yang sesuai prasyarat dari penerima subsidi bahan bakar kendaraan.
Selain itu, Yusuf juga menyebut penggunaan aplikasi MyPertamina tidak lepas dari tantangan terutama pertama, aplikasi ini sendiri secara sistem belum sepenuhnya optimal setidaknya ini dilihat dari rating penilaian yang diberikan oleh pengguna aplikasi ini di Google Play Store.
"Rating ini menunjukkan experience dari konsumen yang menggunakan aplikasi selama ini. Sehingga untuk memastikan penggunaan aplikasi ini lebih tepat sasaran menurut saya perlu di-upgrade terlebih dahulu dari aplikasi ini sendiri," ungkapnya.
"Selain itu, diperlukan sosialisasi yang masif untuk memastikan bahwa informasi ini telah diterima dengan baik oleh seluruh kelompok golongan masyarakat," imbuhnya.
Respons Masyarakat
Diberlakukanya uji coba pendataan penerima BBM subsidi jenis Biosolar dan Pertalite membuat aplikasi MyPertamina di Google Play Store dipenuhi dengan ulasan negatif sebelum pemberlakuan uji coba pada 1 Juli 2022.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menilai ada misinformasi di masyarakat terkait akses aplikasi MyPertamina untuk memperoleh BBM subsidi.
Nicke menjelaskan proses pendistribusian Pertalite dan Solar subsidi untuk kendaraan roda empat masih dalam proses pendaftaran. Dengan begitu, perseroan membutuhkan waktu untuk menyosialisasikan aplikasi MyPertamina sebagai instrumen utama masyarakat memperoleh BBM subsidi.
"Sedikit misleading yang terjadi, kami pahami edukasi terus kami lakukan. Sebetulnya apa yang dilakukan hari ini adalah masa pendaftaran, kendaraan-kendaraan mendaftar untuk mendapatkan QR code," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (6/7/2022).
Nicke mengatakan, untuk masyarakat yang mendaftar di aplikasi MyPertamina dapat mengakses website Pertamina atau bisa juga datang langsung ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Setelahnya, masyarakat memperoleh QR code dan di pasang di kaca kendaraan atau mobil untuk mempermudah verifikasi pembelian. Dengan kata lain, masyarakat tidak harus mengakses berkali-kali MyPertamina untuk menampilkan QR code.
“QR code itu di-print saja, kemudian di-laminating di kaca mobil atau motor sehingga memudahkan, sehingga tidak ada lagi keributan-keributan penggunaan HP di SPBU, jadi hanya sekali saja untuk mendaftarkan nomor polisi,” ujarnya.
Lanjutnya, penggunaan platform itu merupakan upaya pencegahan potensi terjadinya penyelewengan atau kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi di lapangan.
Pasalnya, saat ini BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat golongan menengah ke atas dengan komposisi hampir 60 persen terkaya menikmati hampir dari 80 persen dari total konsumsi BBM subsidi.
Sedangkan masyarakat miskin dan rentan atau 40 persen terbawah hanya menikmati sekitar 20 persen dari BBM bersubsidi tersebut.
Respons Positif
Program subsidi tepat sasaran yang dijalankan Pertamina melalui pendataan penerima BBM jenis Biosolar dan Pertalite disambut baik dan didukung oleh berbagai elemen masyarakat di Indonesia.
Sambutan baik tersebut terlihat dengan banyaknya masyarakat yang telah mendaftarkan kendaraannya sebagai pengguna BBM subsidi melalui website, aplikasi maupun pendaftaran di SPBU Pertamina.
Ketua DPC Organda Manado, Khazali mengatakan jika sebelumnya diragukan masyarakat seperti supir angkot akan mengalami kendala dalam mendaftar, ia menyebut ini justru menjadi jawaban atas keluhannya selama ini.
“Selama ini supir angkot habis waktu untuk mengantre BBM karena mobil mewah ikut menikmati BBM bersubsidi. Kami supir angkot ini wajib mendapatkan BBM bersubsidi, jangan sampai jatah kami dimakan oleh mobil-mobil mewah karena semua ikut nimbrung di situ,” ujar Khazali dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (6/7/2022).
Khazali mengatakan, setelah mendapatkan sosialisasi mengenai subsidi tepat sasaran ini, ternyata ada kemudahan, jadi yang disubsidi orang-orang yang tepat dengan kendaraan yang tepat.
Untuk itu, para anggota Organda pun telah diimbau mengikuti sosialisasi ini dengan registrasi dan Organda akan ikut sosialisasi bertahap kepada anggota.
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan tindakan PT Pertamina (Persero) untuk melakukan pendataan ketika pembeliaan Pertalite maupun Solar bersubsidi perlu bantuan aparat maupun pemerintah daerah (pemda).
Hal tersebut perlu dilakukan guna menghindari adanya konflik di lapangan akibat antrean panjang kendaraan di SPBU.
"Kita juga minta kan supaya misalkan tidak timbul chaos otomatis aparat pemda juga turut membantu, aparat kepolisian juga turut membantu, jangan sampai nanti menimbulkan antrian panjang dan menjadi chaos nanti brutal itu yang dijaga," ujar Satya saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (4/7/2022).
Satya mengatakan, kebijakan yang diambil Pertamina tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk menekan bocornya kuota subsidi BBM yang telah diberikan oleh pemerintah.
Ia menyebut bahwa sampai dengan Juli 2022 jenis BBM tertentu (JBT) yang terdiri dari solar dan Premium dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang terdiri dari Pertalite, diperkirakan hingga akhir tahun akan memiliki jarak 8 juta kiloliter dari yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kalau tidak ada pembatasan karena ada orang yang migrasi dari Pertamax ke Pertalite karena Pertamax-nya naik di sana dia melihat ada gap dan kalau JBT dan JBKP ditotal gap-nya 8 juta kiloliter untuk satu tahun," ujarnya.
Lanjutnya, dengan adanya MyPertamina diharapkan selisih tersebut bisa lebih kecil lagi karena tidak ada bocoran dan kalau belum diatur, bocornya masih ada.
"Mobil yang harusnya jatahnya roda empat 40 liter dia bisa ngambil sampai 90 liter bolak-balik itu yang menimbulkan over kuota tadi. Jadi MyPertamina diharapkan membantu supaya tepat sasaran," tutupnya.
Capaian
PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Patra Niaga mengklaim antusias masyarakat tinggi dengan uji coba pendaftaran kendaraan di MyPertamina sebagai pengguna BBM subsidi jenis Biosolar dan Pertalite.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan, sejak diberlakukan pada 1 Juli 2022 tercatat sebanyak 50 ribu kendaraan mulai menerapkan kebijakan uji coba tersebut.
“Sejak 1 Juli sampai hari ini, kami mendapatkan antusiasme yang sangat tinggi dari masyarakat yang telah mendaftarkan kendaraannya di website subsiditepat.mypertamina.id,” ujar Irto dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (5/7/2022).
Irto mengatakan, saat ini, pendaftaran masih dibuka bagi konsumen yang ingin mendaftarkan kendaraannya sebagai penerima BBM Subsidi. Selain melalui website subsiditepat.mypertamina.id secara langsung, pendaftaran juga dapat diakses melalui aplikasi MyPertamina.
Lanjutnya, saat ini pengguna aplikasi MyPertamina juga bertambah sebanyak 4 juta dalam waktu empat hari dari berbagai daerah di Indonesia. Besarnya antusiasme untuk menjadi pengguna MyPertamina menunjukkan para pengguna kendaraan bermotor antusiasme dengan langkah yang dilakukan Pertamina.
Untuk mempermudah pendaftaran, bagi masyarakat yang tidak memiliki smartphone, dapat datang ke booth pendaftaran yang telah disediakan di SPBU Pertamina. Terdapat petugas yang akan membantu masyarakat mendaftar secara langsung.
“Kami melihat bahwa telah terbangun pemahaman dan kesadaran di masyarakat mengenai penyaluran BBM Subsidi untuk tepat sasaran. Saluran pendaftaran yang beragam (website, aplikasi, dan di SPBU) juga telah berjalan baik. Karenanya, pendaftaran akan diteruskan sampai seluruh masyarakat Indonesia yang berhak mendapatkan BBM subsidi, mendaftar. Mari kita sama-sama pastikan BBM subsidi dikonsumsi oleh masyarakat yang tepat dan berhak," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: